Rabu, 19 Mei 2010

Asyiknya Kuliah Biologi

06 November 2009 jam 19:38

Alhamdulillah, saat ini aku masih hidup. Berada dalam kondisi sehat wal'afiat malah.


Tidak mati karena tertimbun buku-buku

Tidak mati karena terkena radiasi laptop

Tidak mati karena terbius amonia

Tidak mati karena tenggelam dalam Waterbirth

Tidak mati karena keracunan feses Mus musculus 

Tidak mati karena dikerubuti Drosophila melanogaster

Tidak mati karena disergap Arctictis binturong

Tidak mati karena dikejar Term of References

Tidak mati karena dikepung syuro' dan rakor

Tidak mati karena dibayang-bayangi notulensi

Tidak mati karena dihantui presensi



Aku baik-baik saja

Semakin hari semakin baik malah

Semakin hari semakin kuat malah


Siapa bilang ini beban?

Ini "hanya" latihan

Bapak, Berhentilah Membakar Uang Kita

31 Desember 2009 jam 9:16

Bismillahirrahmaanirrahiim


Sebuah karya, pertanda saya ada


"Bapak, Berhentilah Membakar Uang Kita!!!"






Tiga puluh empat… tiga puluh lima… tiga puluh enam…
Kalau kulanjutkan hitungan ini, lama-lama aku jadi pening. Kotak-kotak yang sedang kuhitung ini adalah bungkus rokok. Ya, belakangan ini aku memiliki hobi baru, yaitu menabung bungkus rokok Bapak. Dan lihatlah sekarang,hasil tabunganku sudah berbaris memenuhi lubang ventilasi di bagian atas pintu kamarku!

Setiap hari Bapak menyumbangkan satu atau dua bungkus, seringnya sih dua. Memang banyak orang yang rekornya jauh melampaui Bapak, tetapi menurutku beliau yang ternekad. Dengan penghasilannya yang tak seberapa sebagai “pembangun peradaban” (kuli bangunan), Bapak memaksakan berlembar-lembar uang untuk menebus batangan candunya. Padahal jika dikonversikan ke dalam rupiah, Bapak merokok selama satu minggu sama dengan membakar sepuluh kilogram beras. Ah, Bapak…

Kebiasaan Bapak merokok itu kambuh belum lama, kira-kira baru tiga bulan yang lalu, sejak Ibu diambil yang Maha Kuasa. Konon katanya, saat masih lajang Bapak adalah perokok berat, namun beliau berhenti merokok karena Ibu saat akan menikah dengan Bapak membuat perjanjian bahwa Bapak harus berhenti merokok.

Bukan tak pernah aku mengingatkan Bapak. Terlalu sering malah, jadinya sudah dianggap sebagai anjing yang menggonggong… dan cerobong asap tetaplah mengepul. Upaya diplomasi sudah sering kutempuh. Namun apalah daya, bapakku malah tak paham apa yang kukatakankan.

Di rumahku, apalagi di pintu kamar, penuh dengan tempelan-tempelan

No smoking!! No cigarette!!

Mengepulkan asap dapur lebih penting daripada mengepulkan asap rokok!!

Jus wortel lebih enak daripada jus rokok

Dan Bapak tentu tak tinggal diam dengan serangan itu, beliau yang tulisannya seperti cakar ayam itu membalas : Mang Junaedi ngisep sehari tiga bungkus. Tapi dia mati karena sakit jantung, bukan karena keracunan tembakau!

/////

Maghrib ini aku pulang seperti seorang pejuang yang menyongsong kemenangan. Lelah letih, gang sempit dan becek, lewat deh… Ini aku, Imas Maesaroh, berjalan dengan penuh kecongkakkan. Kepalaku terasa bengkak oleh ide-ide yang meloncat-loncat. Seorang mahasiswa tingkat III di institut terbaik bangsa akan menaklukkan bapaknya yang tamatan SD. Heh!! Sombong aku!!

“Imas, sudah sholat belum? Maghrib sudah mau lewat juga.” Rupanya Bapak baru pulang dari mesjid. Dalam kehidupannya, mesjid, batu bata, dan rokok adalah hal-hal yang tak bisa dijauhkan darinya.

“Iya, iya.” Aku melangkah menuju kamar mandi. Byur-byur-byur, aku bersuci seadanya. Kemudian terbirit-birit menuju kamar. Begini-begini aku penakut, masih saja percaya dongeng tentang hantu jahat yang gemar mengganggu orang yang mandi maghrib.

Seusai sholat, seperti biasa aku dan Bapak makan malam, lesehan beralaskan tikar pandan usang. Ruang tamu di rumah ini multifungsi. Bisa menjadi ruang menerima tamu, ruang keluarga, ruang makan, maupun kamar darurat jika ada teman-teman sekelasku yang menginap.

“Wah, nggak kerasa ya sudah bulan Ramadhan lagi. Coba kalau Ibu masih ada, kita besok sahur pertama kan rame bertiga..” Bapak bergumam sambil mengunyah sepotong tempe. Aku hanya diam, ada rasa yang susah payah kutahan. Kacamataku memburam.

“Dulu waktu Imas kecil, sebelum sahur Ibu suka mengajak Imas panen duit di kebun depan. Hehe, lucu ya, Pak. Waktu itu Imas kira malaikat yang nyawer duit, nggak tahunya ternyata Ibu.” Aku menerawang sambil memeluk lutut.

“Iya, kamu tuh sampai nggak mau tidur. Takut kesiangan, takut duitnya keburu habis diambil Bapak.” Bapak mengacak-acak rambutku. Aku hanya nyengir dan menyandarkan kepalaku di bahunya.

“Imas, tolong ambilin rokok Bapak di atas TV.” Di rumah kami, TV merupakan satu-satunya barang berharga. Itu juga dibelinya dari hasil saweran setelah aku dua kali syukuran khatam Qur’an, ditambah tabungan Almarhumah Ibu, upah beliau merias pengantin.

Uuh…

“Pak, besok kan kita mulai puasa, berarti Bapak nggak usah beli rokok, ya,” bujukku.
“Waah, mulut Bapak asem kalau nggak merokok,” kilah Bapak.
“Kalau gitu satu bungkus untuk seminggu, ya,” aku menawar.
“Hmmm…,” Bapak diam. Itulah Bapak, tiap kali aku minta Bapak berhenti merokok, beliau cuma hmm-hmm saja.

////////

“Imas, rokok Bapak kamu taruh di mana?”
“Waduh, Pak! Tadi sudah Imas buang, kirain nggak ada isinya. Hari ini nggak usah aja ya, Pak. Sepuluh menitan lagi taraweh, masa mau taraweh bau rokok. Malu sama Allah ya, Pak.”

////////

Malam ini Pak RT bertandang ke rumah. Biasa, beliau memang suka melakukan kunjungan ke rumah-rumah warganya. Begini kalau bapak-bapak sedang mengobrol, rame juga lah! Aku bisa mendengar apa mereka perbincangkan, soalnya antara kamarku dan ruang tamu hanya disekat kain. Rupanya Pak RT menawarkan pekerjaan pembangunan MCK umum. Alhamdulillah, rezeki datang di saat kami sangat membutuhkan.

“Ngisep, Pak RT!” Sebagai tuan rumah Bapak menyuguhkan rokok pada tamunya.
“Oh punten, nggak saya mah. Maklum udah uzur, udah penyakitan,” jawab Pak RT sambil terkekeh-kekeh. Bapak tidak jadi menyulut rokoknya..

/////////

“Neng, beliin rokok lah sebungkus,” pinta Bapak di suatu sore.
“Pak, boleh nggak uangnya buat beli ikan patin di warung Bu Haji? Imas udah lama nggak makan masakan Bu Haji,” pintaku agak memelas. Aku yakin Bapak akan mengiyakan, soalnya Bapak juga pasti sudah bosan seminggu ini makan telur melulu.
Bapak berpikir sejenak. “Ya sudah, terserah kamu.”
Yesss…!!!

//////////

Tidak terasa, sepuluh hari pertama Ramadhan sudah berlalu. Aku baru membeli dua bungkus rokok dan Bapak belum membakar semuanya. Suatu progres yang lumayan bagus.

Aku memang sudah merencanakan program “stop merokok” buat Bapak. Jika di hari-hari biasa rasanya sulit menerapkan program ini, mudah-mudahan Ramadhan adalah waktu yang tepat. Dan rasanya hipotesisku sudah mulai terbukti. Dari hari pertama Ramadhan aku me-launching programku. lihat saja kurva kuantitas rokok yang dihabiskan Bapak per hari menunjukkan penurunan secara eksponensial.
Seusai shalat maghrib Bapak duduk sendiri. Televisi menayangkan sinetron khas Indonesia. Kok tumben ya nggak pindah channel? O-oww, pantesan…

“Ngelamunin apa, Pak?” Aku duduk di sampingnya, mengambil remote dan memencet-mencet mencari siaran yang bagus.
“Neng, kayaknya lebaran ini Bapak nggak bisa beliin kamu baju baru,” Bapak serius sekali menatapku.
“Haha, Bapak… Imas kan sudah besar. Sekarang ini sudah waktunya Imas yang membelikan Bapak baju lebaran,” jawabku ringan.
“Kamu punya uang, Neng?” Bapak menatapku ragu.
“Masih ada sisa beasiswa. Ya nggak banyak sih, tapi cukuplah untuk membeli baju koko baru buat Bapak,” aku tersenyum. Ada semilir angin yang membelai lembut hatiku saat mengucapkan kata-kata itu. Dan aku melihat bintang di mata Bapak.

“Eits, tapi ada syaratnya,” aku mengerling.
“Selama Ramadhan ini Bapak nggak boleh menyentuh rokok. Bagaimana, Pak?” Ciee.. lagakku..
Bapak tertegun menimbang. “Berhenti merokok itu susah, Neng.”
“Apa yang susah di dunia ini, Pak. Yang ada adalah mau atau tidak mau berusaha” jawabku sok tahu.
“Hmm..hmm..”

Aku tahu Bapak dan rokok adalah pasangan sedarah sedaging, namun aku juga sangat tahu.. Bapak lebih mencintai aku daripada pasangan ilegalnya itu. 

“Deal?” Tanganku sudah terulur. Dan Bapak menyambutnya dengan canggung.

Malam itu, dengan disaksikan Tuhan.. Seorang bapak dan anaknya telah mengikat janji.

Hari-hari selanjutnya aku benar-benar mempersiapkan upaya-upaya mendukung Bapak berhenti merokok. Tiap hari aku membuat tajil yang banyak. Setelah makan berat, kupaksa Bapak menghabiskannya. Jadi saat tajilnya baru habis, adzan isya berkumandang. Selesai tarawih aku titipkan Bapakku pada Wa Haji untuk tadarusan sampai larut malam. Makanan sahur sengaja aku sajikan menjelang imsak. Nah, selain mengikuti sunnah Nabi, tidak ada waktu luang yang mengingatkan Bapak pada rokok. Sekali dua kali aku memergoki Bapak diam-diam menyelinap ke belakang rumah setelah kekenyangan makan tajil. Aku dengan sigap membuntutinya.

Ramadhan tinggal bersisa sepuluh hari lagi. Jauh-jauh hari sebelumnya, aku sudah mendaftarkan Bapak untuk ikut program I’tikaf yang diadakan DKM di kecamatanku. Anggap saja aku memesantrenkan Bapak. Aku sudah mewanti-wanti pada Wak Haji supaya mengawasi Bapak.

Dan entah kenapa Bapak nurut saja aku atur-atur… ya, mungkin itulah cinta. Hahay..

----<<<@

Idul Fitri pertama tanpa Ibu. Aku menangis di depan pusaranya. Kangen…
Kangen pelukannya, kangen masakannya, kangen segala hal tentang mutiaraku itu.

Bapak menepuk pundakku pelan. “Pulang, yuk.”
Aku mengangguk. Tertangkap oleh sudut mataku kilau koko biru langit yang dikenakan Bapak. Jika kumembauinya, tentu wangi tokonya masih terasa.

----<<<@

Kulihat Bapak tampak sibuk mencari sesuatu.
“Cari apa, Pak?”
“Lihat korek api nggak?”
“Buat apa?” aku mengernyitkan kening. Wah, curiga…
“Mau ngisep,” jawab Bapak santai.
“Lho, Bapak lupa janji yang dulu?” aku mulai cemberut.
“Inget kok, tapi kan perjanjiannya hanya berlaku di bulan puasa.” Bapakku nyengir, jelek sekali.

///////////

Nomor 1 Katanya!!

09 Januari 2010 jam 6:42 | Sunting Catatan | Hapus
Diunggah melalui Facebook Seluler
Raport Semester 1

Nama : Risha Amilia Pratiwi
NIM : 10608069

Mata Kuliah Indeks Nilai

Genetika : *
PITH : *
Proyek Anatomi dan Fisiologi Hewan : *
Anatomi dan Fisiologi Hewan : *
Biosistematika : *
Kimia Organik : *
Agama dan Etika Islam : *

IPK : ****


Catatan untuk mahasiswa :

Katamu Allah nomor 1!
kok adzan sudah terdengar malah masih asyik ngetik teori dasar

Katamu Allah nomor 1!
kok tilawah jadi setengah padahal Martini dilahap sampai mau muntah

Katamu Allah nomor 1!
kok begadang sampai pagi tapi tahajud tak dijalani

Katamu Allah nomor 1!
kok Drosophila dipiara tapi kabar saudara tidak ditanya

Katamu Allah nomor 1!
kok Thespesia populnea dihapal tapi Qur'an malah ditinggal

Katamu Allah nomor 1!
kok Kromatografi Lapis Tipis dianalisis tapi problematika ummat tak digubris

Halo, Bisa Bicara dengan Pedra??

10 Januari 2010 jam 19:45

Bismillahirrahmaanirrahiim
Sebuah karya lagi, pertanda aku ada

Halo, Bisa Bicara dengan Pedra??

Sesekali waktu, sempatkanlah Anda duduk-duduk di koridor timur Masjid Salman Institut Teknologi Bandung. Seperti yang sedang kami lakukan saat ini, Rabu 6 Januari 2010. Ya, tiga orang mahasiswi yang sedang berjuang mengubah nasib, mengais A untuk Mata Kuliah Anatomi Fisiologi Hewan dan Genetika.

Bukan bahan ujian yang sedikit, Kawan! Ini adalah UAS, Ujian Agak Serius, bukan UTS, Ujian Tidak Serius (tolong jangan dicontoh). Jadi sedikit wajar kalau kami sudah menekuni buku-buku setebal, ya kira-kira 5 cm lah, dari pagi sampai sesiang ini. Cuma sayangnya, dari pukul 10 pagi sampai kira-kira pukul 15, kami baru bisa menyelesaikan beberapa halaman saja. Biasalah, ketika ada lebih dari dua orang wanita berkumpul dalam suatu forum belajar bersama, dapat dibayangkan kelanjutan ceritanya. Mulai dari membicarakan mencit-mencit sampai.. sampai.. sampai apa ya waktu itu? Hmm, cem-cem KP-lah, kurang penting makanya saya lupa :-D

Baik, tibalah cerita kita pada kedatangan tokoh utama.
Ba’da syuro laskar acara DP2Q, saya kembali ke barisan para wanita yang sedang mencoba berpikir selayaknya seorang Morgan menemukan teori-teori rekombinasi dan pautan genetik.

Anak laki-laki itu (sebenarnya sudah bukan anak-anak sih) datang dan menyodorkan kue-kue dagangan dengan harga tidak kira-kira. Dari perawakan nampaknya ia berusia sekitar 18 tahun, tapi karena cara bicaranya yang “manja” kami jadi memanggilnya “Dek”.

Sebenarnya ini pertemuanku dengannya untuk kedua kali. Dulu pernah, Adek itu datang dan menyodorkan dagangan dengan harga selangit juga (ah, lebay). Ia mengaku dari sebuah SLB di Jakarta (tanpa menyebut merek) dan ternyata dia nonis. Dia bilang mau pulang tapi tidak punya ongkos. Aih, ternyata sekarang harus berurusan kembali dengannya…

Seorang teman akhirnya membeli sebuah donat, berwarna pink dan terbungkus plastik yang sudah lecek. Eeh, Si Adek masih nggak mau pergi. Malah jadi mengajak kami ngobrol. Lalu ketika ada handphone saya yang tergeletak, ia meminta izin untuk menelepon temannya. Saya malah iya-iya aja. Lagipula ada bonus pulsa sih di handphone CDMA itu. Jadi kapan kamu mau pergi, Dek??????????????????????

Hebat, Si Adek menelepon layaknya itu handphone milik sendiri. Lama dan tidak penting (mungkin bagi dia penting sih). Kami pura-pura tidak peduli meskipun dalam hati berteriak, “seseoraaaaang, singkirkan dia dari siniiiiii”.

Datanglah Ibu Idar, ibu manajer mukena, dari arah belakang si adek. Beliau bertanya tanpa suara, kira-kira beginilah, “siapa itu?”. Dengan isyarat, saya bilang tidak tahu dan minta bantuan. Sampai kemudian datang pak satpam mengajak si adek pergi. Si adek mau nangis gitu sambil merengek-rengek, “aaah, saya kan jualan. Masa ngga boleh.. kan hujan, aaahhh…” Cup-cup-cup.

Ya, selesai sudah urusan yang satu itu. Kami membuka kembali lembar-lembar karya tulis Hartwell berjudul Genetics, from Genes to Genomes. Tentunya masih sambil ngobrol. Mengalirlah cerita-cerita itu...(ini fakta, dan telah terjadi di sekitar kita). Mulai dari ibu yang membawa anak laki-laki, yang bertanya-tanya tentang murtad. Pada akhirnya dia akan bilang bahwa dia dipaksa murtad karena telah meminjam uang sebanyak sekian. Lalu orang-orang yang mendengarnya akan berempati dan memberi uang. Atau tentang orang yang, katanya sih mau jalan kaki dari Gelap Nyawang ke Jatinangor karena kehabisan ongkos. Lalu tentang bapak-bapak yang meminta uang karena dompetnya hilang, lalu pas mau diantar ke Rumah Amal malah marah-marah. Juga tentang ibu pengemis yang memaki-maki karena tidak dikasih uang. Atau tentang anak berseragam SMA yang pura-pura kehilangan tas di Salman.
Hening beberapa saat. Handphone CDMA saya terbahak-bahak (berdering maksudnya), ooh ada panggilan masuk. Suara hati saya mengatakan bahwa penelepon adalah orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan si Adek. Teman yang tadi ditelepon mungkin. Soalnya nomor handphone CDMA ini memang tidak diketahui banyak orang.

“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam, bisa bicara dengan Pedra?”
“Hm..??”
“Yang menelepon tadi lho, Mbak.”
“Oh, ini siapa?”
“Saya ibu gurunya, Pedra ada? Tadi dia menelepon temannya di sekolah”
“Wah, Pedra sudah pergi tuh. Saya nggak tahu perginya ke mana.”
“Hmm, kalau boleh tahu ini Mbak ketemu Pedra di mana ya?”
“Di ITB, Bu. Di Masjid Salman.”
“Hah, di Bandung??? Terus selama ini Pedra tinggal sama Mbak?”
“Haeh?! Enggak lah. Saya baru ketemu dia dua kali di sini”.
“Itu anak pergi sejak lebaran dan belum pulang-pulang”
“Gitu ya? Tapi… dia sehat, Bu?”
“Yaa, secara fisik sehat tapi kalau bicara agak melantur sih. Berarti dia masih di Bandung ternyata. Sudah ya, Mbak. Terima kasih. Wassalamu’alaikum”

********************************************************************

Baik, lupakan Pedra, nggak akan keluar di ujian soalnya. Tapi bagaimanapun, masih kepikiran juga sih. Bagaimana seorang Pedra bisa pergi dari sekolah dan terdampar di Bandung, lalu ibu guru dan orangtuanya mungkin panik mencari-cari.

Belum lagi bayangan Pedra pergi, dari arah utara berjalan sesosok mas-mas. Hemm, keknya kenal dan naga-naganya..

Tuh kan benar, mas-mas itu mendekati sekelompok akhwat dan berjongkok di dekatnya. Saya amati dia dari awal kedatangan sampai ketika diberi selembar uang. Belum cukup bagi dia uang Rp5000 rupanya, dia datang dan berjongkok di hadapan kelompok belajar kami. Sama, intinya sih minta uang. Halahh, lu pikir orangtua kite-kite punya pohon duit? Kerja dooooong, badan segar bugar juga. Bagaimanapun, kami tidak merasa harus memberi uang pada dia. Akhirnya mas-mas itu pergi setelah kami beri pisang (iya gitu, dikasih pisang?).

FOKUS ADA PADAKU. Begitu kata buku. Kali ini hening soalnya masing-masing sedang merenung : Ckckck… ini hari apa yak kok dapat jackpot cem begini.

Hari semakin senja, hujan telah terhenti namun tetap saja cuaca dingin sangat. Kami masih duduk di kortim ketika seorang akhwat berperawakan S2 datang.

“Assalamu’alaikum, Mbak. Mau nanya, kalau mau ikut halaqah di Salman gimana ya? Saya S2 di Unpad, baru datang dari Sumatera. Makanya lagi nyari halaqah, pengennya sih di Salman,” ujar Mbak itu.
“Wa’alaikumussalam. Halaqah?” Hemm, saya mikir dulu. Halaqah yang mana nih, apa halaqah Qur an Mata’, ya bukan lah. Masa iya menghubungi BKM Gamais, kan bukan mahasiswa ITB. Setelah ditanyakan kepada seorang teteh dan teteh tersebut memberikan nomor handphone seorang teteh yang akan menyambungkan si teteh (eh mbak) itu dengan KARIM Salman, Mbak itu pun pergi.
Kami yang tinggal berdua berpandangan, dan tersenyum bersamaan. Sepertinya kami sedang memikirkan hal yang sama…

Hari semakin senja.
Jadi apa kesimpulan belajar hari ini?

Gen-gen yang terletak pada kromosom yang berbeda akan disegregasikan secara independen tetapi gen-gen yang terletak pada jarak yang relatif dekat akan terpaut dan diwariskan bersama-sama kepada filialnya.

Kalau mau belajar kelompok, buatlah perjanjian untuk tidak membicarakan hal lain selain materi ujian. Dan jangan lupa siapkan banyak cemilan :-D

Duduk-duduklah engkau di kortim Salman, niscaya dengan izin Allah engkau akan bertemu Pedra, mas-mas yang minta uang, mbak yang bertanya tentang halaqah.

Terkadang, tidak perlu sesuatu yang besar untuk kita bisa menarik pelajaran darinya. Kalau kita merasa tidak ada hikmah dari peristiwa itu, ya dicari sampai dapat hikmahnya :-p

Jangan takut pada orang asing, kecuali orang itu bertangan empat dan bergigi sepanjang ikan layur yang ditemukan di Tempat Pelelangan Ikan Pangandaran saat kuliah lapangan biosistematika (naoooon siiiih!!!).

********************************************************************

Tulisan ini disusun tanggal 9 Januari 2009, sehari ba’da UAS Genetika dan Anatomi Fisiologi Hewan yang tabu untuk diperbincangkan lagi, dan Alhamdulillah dipublikasi hari ini 10 Januari 2010. Dan saya baru sadar, saya salah saat tanggal 6 Januari itu merasa tidak mendapat pembelajaran apa-apa, padahal ada hal yang sangat penting yang kami dapat.. yaitu mendapatkan tiga kesempatan shalat tepat waktu dan berjama’ah… harta berharga yang mungkin tidak akan didapatkan jika belajar di tempat lain. Wallahu ‘alam.

Ada Ide Nabrak-nabrak Pengen Ditulis

18 Januari 2010 jam 11:04

Puisi I
(Untuk saudara-saudaraku, mari upayakan pembinaan terbaik untuk adik-adik kita ^^)

Aku ada beberapa untuk mereka,
Potongan sapa yang boleh dirangkai jadi manik kaca
Juga ada beberapa warna-warni tawa
Yang boleh dipilin jadi tali sutra
Tolong kamu sempurnakan liontinnya
Boleh dari do’a ataupun canda
Nanti kita hadiahkan bersama-sama


Puisi II
(Terinsiprasi dari kuliah lapangan biosistematika di tujuh ekosistem Pangandaran)


Setelah cukup panjang menelisik padang lalang
Dan menyisihkan jejak karang
Aku hanya sedikit paham tentang estuari di hadapan kita
Kesamaan macam apa yang perlu kita upayakan
Agar kita tetap dua arus namun satu rasa

Puisi III
(Muhasabah semester tiga)


Bagaimana dengan jelaga yang menggigiti hati
Setelah koyak sebelah langkah
masih lengah juga melenggang di luar gelanggang
Meski telah patah bahkan belum sempat diasah
Tak akan menyerah walau lemah
Tuhan…aku tak ingin rugi
dalam perdagangan ini

Puisi IV
(Untuk saudara-saudariku yang milad)


Tiupan lilin keberapa yang kau perlukan
Untuk membawamu pada kesadaran
Ada ujung dari setiap awal

Koloni Koridor; 2008 Prajurit di Koridor Timur

Bismillaahirrahmaanirrahim...

16 Februari 2010

Sore itu, wajah langit sedikit murung. Mendung. Tapi tidak di sini. Di sini, cahaya terang benderang menyinari dua kubu yang tengah siap siaga. Sang Panglima Biru berkuda putih, tegak di antara dua kubu. Dua puluh ribu pasukan gagah berani, fokus mendengarkan arahan Sang Panglima.

Tentara-tentara bersorban tampak sigap dengan busur panah di tangan masing-masing. Oh, tak hanya mereka! Di kubu sebelah, ada rangers kuning dan rangers pink yang ikut andil memanaskan suasana, mengobarkan semangat jihad para pejuang!

Kalian salah jika menganggap kedua kubu tersebut hendak saling memerangi! Salah besar! Kedua kubu tersebut adalah pasukan yang satu. Jika mereka berjajar dalam barisan terpisah, itu memang satu di antara strategi perang mereka.

Sang Panglima turun dari kuda putihnya, lalu duduk bersila diikuti semua jundinya. Sejauh mata memandang, koridor ini dikuasai oleh laskar mereka. Penuh, penuh sekali. Mereka dalam barisan yang kokoh, dalam jalinan yang rapi, dalam mata sepintal tasbih yang berpangkal namun tiada akhir.

Segalanya diawali dengan gema Asma Allah. Lalu semua jundi terdiam takzim menyimak penjelasan mengenai....

HARI GIZI dan GAMAIS SUPERCAMP

Yap, pasukan itu adalah pasukan kita! Pasukan 2008 yang tadi sore telah memenuhi koridor timur Masjid Salman Institut Teknologi Bandung. Seperti dulu waktu zaman KIT, zaman ketika pasukan kita menginvasi selasar PLN, sampai penuh seperti mahasiswa-mahasiswa yang sedang osjur.

Percaya tidak percaya, rasanya jarkom yang saya forward ke beberapa akhwat tadi malam itu "hanyalah" jarkom biasa. Yaa seperti jarkom biasa yang dikirim ke para anggota Keluarga Muslim 2008, yang sedikit mengecilkan harapan akan berkumpulnya kader 2008 dalam suatu forum besar. Namun yang tadi itu, wah subhanallah.. bahkan Boss Ganteng a.k.a Dita rela meninggalkan kerajaannya untuk datang ke sini. Bukan jarkomnya yang sakti, melainkan Allah yang telah menggerakkan langkah-langkah kita menuju syuro' ini.

"...maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara..." (Q.S. 3 : 103)

"...Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Q.S. 8 : 63)

Ingatkah kawan, kapan terakhir kita kumpul besar begini???

“…Seorang lelaki yang mengundang sanak saudaranya ke pesta tidak melakukannya untuk menyelamatkan mereka dari kelaparan. Mereka semua punya makanan di rumah masing-masing. Ketika kita berkumpul bersama di tengah tanah desa yang diterangi sinar bulan, itu bukan karena bulan. Setiap orang bisa melihat bulan di pekarangannya sendiri. Kita berkumpul bersama karena adalah baik bagi sanak keluarga untuk melakukannya. .."

“..aku hanya punya sedikit waktu untuk hidup. Namun aku mengkhawatirkan kalian orang-orang muda karena kalian tidak mengerti betapa kuat ikatan kekeluargaan ini. Kalian tidak tahu apa artinya bicara dengan satu suara.... Terima kasih karena mengumpulkan kita semua.”

Kita tidak berdoa untuk memiliki lebih banyak uang tetapi untuk memiliki lebih banyak saudara. Kita lebih baik dibanding binatang karena kita memiliki saudara. Binatang menggosokkan punggungnya yang gatal ke sebatang pohon, manusia meminta saudaranya untuk menggaruk.

-“Things Fall Apart” Chinua Achebe-








Tuh kan asik ngumpul-ngumpul kek begini!
Jadi, sering-sering aja yaaa

Keluarga Muslim 2008
BERSIAPLAH!!!



Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (Q.S. 9 : 111).

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Q.S. 61 : 4)


wallahu a'lam

Nyalon???

18 Februari 2010 jam 4:27
Perbincangan antara saya dan Bu Ajeng

17 Februari 2010

Saya : Ata udah bobo, Bu? Tumben nggak bunyi.
Ibu : Lagi main di rumah neneknya. Itu lho yang di persimpangan gang. di sini mah semuanya keluarga, Neng. Sepuluh bersaudara atuh!
Saya : Wow, saudara dari Ibu apa Bapak?
Ibu : Dari Bapak, Ibu mah di sini sebatang kara, Neng. Heuheuheu..
Saya : Ibu dari Jawa ya, Bu?
Ibu : Ibu lahir di Banten, besar di Jakarta. Pas udah nikah pindah ke Bandung sama Bapak.
Saya : Jadi Ajeng lahirnya di sini (Bandung-red) dong, Bu?
Ibu : Nggak, Neng. Ajeng lahirnya di Malang. Orangtua Ibu kan orang Malang. Kalau Angga lahirnya di Borromeus. Ata di Internasional (RS Internasional kali ya?). Angga mah anak kantor, Ata anak swasta.
Saya : Hmm.. maksudnya dibiayai kantor ya, Bu?
Ibu : Iya, dibiayai kantor Bapak.
Saya : emang Bapak kerja di mana, Bu?
Ibu : Ituuu, di PDAM
Saya : Atuh deket banget dong, Bu
Ibu : Iya, makanya Si Bapak mah pulang-pergi we, Neng. Makan siang pulang, terus balik lagi deh ngantor. Ah, di sana mah "kering", Neng! Bapak mah kan tukang gambar, yang terima pesenan gambar yang bisa nego mah (sampai di sini nggak mudheng).
Saya : Si Bapak dari Sipil ya, Bu?
Ibu : Iya, Si Bapak dari sipil. Ibu nih yang nggak nyambung mah, malah sekarang jadinya buka warung.
Saya : Oh, emang Ibu pendidikannya dari mana?
Ibu : Ibu mah dulu kursus kecantikan di Rudi Hadisuwarno sampai 3 tahun!
Saya : Woooow..
Ibu : Iya, dulu teh sampai ngambil.. ada lah sebelas jenis mah. Dari cutting sampai Beauty Class, yang sanggul sendiri, pasang kemben sendiri lho! Heuheuheu..
Saya : keren, Bu! Keren!
Ibu : dulu Ibu kan nggak tinggal sama orangtua, tapi sama kakak. soalnya usianya jauh, Neng! Jadi dibiayai kakak, terserah deh Ibu mau apa juga.
Saya : Oh, jadi Ibu anak kakak ya, Bu. Heuheuheu..
Ibu : Heuheuheu.. Ibu mah kalau mau ujian teh kayak pindah rumah aja. Bawa rak, bawa galon, bawa ah pokoknya lengkap-kap-kap deh.
Saya : Oh, gitu!!
Ibu : Iya, kan penilaiannya bukan cuma dari hasil (Like this, Bu!). posisi berdiri, sikap, pokoknya ribet lah
Saya : dilihat juga penataan peralatan ya, Bu.
Ibu : Ya iyalah, Neng. makanya kalau Ibu ke salon di sini suka bawel. Ada Neng, di salon yang sebelah sana (sebelah mana ya, Bu?) ada yang Ibu suka cara nyalonnya. David, meskipun cowok tapi cuttingnya oke. Pas di sini Ibu heran, kok kalau facial gerakannya cuma delapan kali padahal harusnya tiga puluh empat kali (ap-pppaaaa???)
Saya : Oooh.. (maaf Bu, tidak berminat. hehe). Terus kenapa Ibu nggak buka salon aja?
Ibu : Heuheuheu.. nggak tahu nih Ibu teh malah buka warung. Tapi dulu Ibu suka terima panggilan kalau ada yang mau facial. Tuh, Ibu itu pernah perawatan sama Ibu. Waktu itu dari jam dua siang sampai jam tujuh malam, Neng!!
Saya : wooooooow... Buka salon aja atuh, Bu! (maksa)
Ibu : Pengen sih, Neng. Ntar lah kalau rumah di RW 4 udah beres. Heuheuheu.. Pengennya buka salon buat muhrim aja (muhrim aja?? muslimah kali, Bu?)
Saya : Beneran nih, Bu??? Salon Muslimah?
Ibu : Iya, salon muslimah. Heuheuheu.. kan di sini banyak mahasiswi. mereka juga kan pengen dimanja-manja.
Saya : Bener banget, Bu. Temen-temen juga banyak yang nyari tuh.
Ibu : Doa'in ya, Neng. Heuheuheu..
Saya : Eh Bu, buka kursus kecantikan aja atuh sekalian!
Ibu : Hmm.. boleh sih kalau Neng mau (???), nggak usah beli alat-alat, udah ada kok di Ibu
Saya : Hmmm...boleh juga, Bu. heuheuheu...


Emangnya Kamu Lurah??

17 Maret 2010 jam 20:36

Sore itu, seperti sore-sore biasanya, langit teduh memayungi anak-anak yang bermain galasin di lapangan berumput. Gelak tawa mereka membuat para sesepuh tergoda untuk ikut andil merayakan suasana kekerabatan, berbaur dalam bincang santai di pelataran rumah Pak RT.
Di teras sebuah rumah, seorang gadis kecil tampak duduk cemberut.

“Lho, ini anak Mamah kok malah duduk sendirian? Nggak ikut maen, Neng?”
“Huuuu, sebel. Nggak diajakin main, Maaah!”
“Oooh, gituuu. Ya udah, main mah main aja sana. Nggak usah diajak-ajakin kan biasanya juga. Pada lupa ngajak kali.”
“Aaah, nggak mau. Sebel! Sebel! Sebel!”
“Eeeh, pundungan. Main aja kok repot. Masa mau nunggu undangan dulu, emangnya kamu Lurah.”

De Ziiing!
Si gadis kecil itu kemudian berjalan menuju lapangan.
Sesampainya di lapangan, teman-teman dengan riang menyambutnya.

“Iiih, kenapa nggak ngajak aku main sih? Kalian mah jahat ah nggak ngajak-ngajak. Udahan dulu dong main galasinnya, ulangi dari awal. Kan aku baru datang.”

“Lho, kirain kamu bakalan datang sendiri. makanya nggak dijemput.”

“Udah kok, tadi aku ke rumah kamu. Aku panggil-panggil nggak ada jawaban, kirain lagi bobo.”


“Hmm,, gitu ya. Ya udah deh, terusin mainnya. Aku ikutan yaaaaa.”

“Ayooooooo”





ketika merasa dianaktirikan, bisa jadi justru Anda yang mengibutirikan

Supertum dan Supertem

18 Maret 2010 jam 10:16
Di suatu pagi yang dingin

Niat jahat untuk bolos kuliah pagi ini sengaja saya utarakan pada seorang teteh. 

“Lhoo, kenapa mau bolos, Dek?”

“Kan kemarin baru beres ujian mata kuliah itu, Teh. Berarti kalau bolos juga materinya belum banyak yang harus dikejar. Cuma satu jam ini. Nggak ada kuis kok. Kan ada jatah bolos, hehe.” 

“Mending jatah bolosnya dipakai buat nanti kalau benar-benar urgen”

“Jatah bolosnya kan banyak, Teh. Sayang kalau tidak dimanfaatkan”

“Eeeeh, ari kamu, Dek.”

“Kan lapar, Teh. Mau sarapan. Kalau lagi flu harus makan banyak dan enak.”

Eh, Si Teteh malah senyum. Kayak nggak percaya aja nih saya mau melakukan kejahatan akademik. Padahal kan tadinya pengen ditegur, dimarahi, bahkan diseret sampai kelas (hah, lebay).


Sampai datanglah seorang, sebut saja “Bunga”.

“Dari mana? Telat nih, mau udahan.”

“Duuuuuh, ceritanya panjang.”

“Kuliah jam berapa, Ca?”

“Hemmm, jam tujuh. Eh, tapi mau kuliah jam sebelas aja deh.”

“Lho? Bolos?”

“Iya, hehe. Kuliah jam berapa?”

“Jam tujuh juga.”

“Di mana?”

“Oktagon.”

“Wah, sama. Lantai berapa?”

“Lantai dua.”

“Wah, sama. Boleh telat?”

“Boleh.”

“Wah, beda. Toleransinya lima belas menit nih. Sekarang jam berapa?”

“Udah jam tujuh.”

“Euleuh! Hayu atuh. Ini mah kumaha engke we. Kalau telat berarti jadi bolos ya. Heheh.”


Ternyata saya datang bertepatan dengan dosen masuk. Namun karena kelas sudah penuh, bangku yang kosong hanya di deretan terdepan. Ya udah sih ya.
“Baik, sekarang kita akan belajar tentang Sistem Akar…..”

Ternyata saya suka materi pagi ini. Asik. Untung ya nggak bolos ^^

Terima kasih Supertem (Superteman), telah menghindarkan saya bolos di mata kuliah Supertum (Struktur dan Perkembangan Tumbuhan).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr)

Orang Aneh

21 Maret 2010 jam 5:16


Teman SMA saya, setelah sekian juta tahun cahaya tidak bertukar kabar tadi pagi menelepon.

Lama-lama mulai garing nih! Sing krik-krik..

"Tebak-tebakan, Ca! Orang apa yang aneh???"

"Hmm.. Orang yg lagi nelepon!!!"

"Saalaaaaah!! Jawab yg bener dong!"

"Hemm.."

"Ah lama! Gimana sih, anak ITB kok mikirnya lama"

"Heee? Yaudah ah gak mau jawab!" (pundung).

"Taluk?"

"TALUK."

"Orang aneh itu orang yang ngga mau sholat. Udah disediakan surga, bidadari sama Allah. Masih weee ngga mau sholat. Tuh, kan aneh?"

"Ckckck, benar kamu, boi! Udah tobat??"

"Heheh.."

Hati-hati dengan Lima Belas Menit Anda!

Ditulis tanggal 27 Maret 2010

Rabu, 24 Maret 2010
Ba’da shalat isya, aku berkunjung ke kosan sebelah. Rencananya hanya mau mengambil barang yang dititipkan di Amal. Entah kenapa perbincangan jadi seru dan aku masih betah di kamar Amal sampai pukul sembilanan.

“Hoaaaam.. Mal, bangunin lima belas menit lagi ya!”
“Iya, sok aja kalau mau tidur.”

Sekitar lima belas menit kemudian..
“Jam berapa, Mal? Tidur lagi lima belas menit ya, masih ngantuk”
“Ho-oh”

Dalam mimpi, aku merasa ditagih tugas-tugas.
Bangun.
Hoamm.. lho kok ada di sini ya?
Jam berapa sekarang?
Tiga kurang lima belas menit.
Oke, tidur lagi lima belas menit.

Akhirnya pulang ke kosan sebelum subuh.

Sebelum kuliah, aku sempat mengerjakan resume Biokimia yang harus dikumpulkan pekan depan, resume Struktur dan Perkembangan Tumbuhan (Supertum) yang tidak akan dikumpulkan, dan satu nomor soal di laporan Perkembangan Hewan (Perwan) untuk Senin depan. Sebenarnya ingat, hari ini ada PR Supertum, ada pengumpulan makalah Biologi Sel dan Molekul (Biselmol), ada PR Biselmol, ada PR Fisiologi Tumbuhan (Fistum), dan ada presentasi PKn. PR Supertum masih menduga jawaban, makalah Biselmol (berharap) diselesaikan orang lain, PR Biselmol nggak tau (dan tidak mencari tahu) soalnya, PR Fistum lupa, dan tugas presentasi .. internet kacau dan tidak bisa cari sumber.
Berangkat kuliah dengan ringan-ringan saja, seolah sedang bebas tugas.

“Ca, PR Supertum sudah?”
“Gini bukan? Bla-bla-bla…”
“Lho, kok gitu. Kan gini… bla-bla-bla..”
“Oh ya????” Berselang beberapa detik, langsung sibuk memperbaiki jawaban.
Beres.
Hufff.. Alhamdulillah.

Pukul 8 selesai kuliah Supertum..
Makalah Biselmol belum selesai nih, pertanyaan-pertanyaannya belum dijawab. Ditargetkan pukul 10 makalah siap diprint lalu mengerjakan PR biselmol.

Ternyata oh ternyata, orang yang diberi kuasa untuk mengerjakan soal-soal di makalah biselmol sakit dan tugasnya sama sekali belum dikerjakan.
Baiklah, tarik nafas dan tetap tenang. Mari berpikir jernih. Akhirnya dilakukan pembagian tugas dengan Dini (sekelompok sama Dini di kuliah Biselmol dan PKn). Aku mengerjakan makalah, Dini mencari bahan presentasi PKn.
Setengah sebelas makalah selesai, tinggal di-print.

Sebelas kurang seperempat sudah sampai di kelas. PR biselmol belum dikerjakan. Tanya sana-sini, mempertimbangkan jawaban dari sana-sini, PR akhirnya siap dikumpulkan.
Hufff.. alhamdulillah

Kuliah Biselmol selesai pukul dua belas lewat.
Oops, masih ada PR fistum untuk dikumpulkan jam satu.
Ayo-ayo bersegera.
PR beres sebelum pukul satu.
Hufff.. alhamdulillah

Pukul dua siang sudah lewat, Ibu Dosen masih asyik menerangkan materi kuliah.
Presentasi PKn belum siap nih!

“Din, makalah buat presentasi udah disusun dalam bentuk paragraf?”
“Belum, baru dapat referensinya. Ca, aku kebagian tugas masak nih di asrama!”
Jiahhh…
Dengan kecepatan tangan dan kelihaian mata, sebagian makalah PKn (bagian lain dikerjakan orang lain dan belum ada laporan progress) disusun satu setengah jam sebelum kuliah dimulai. Canggih!! Mau ngemeng apa nanti???”

Empat kurang seperempat.
“Ayo berangkat, Din. Beresin di kelas aja, sekalian dikompil sama yang lain.”

Ngos-ngosan.
Agak panik.
Riweuh.
Tergesa-gesa.

Suara Pak Cecep terabaikan..
Kelompok delapan mana? Purbaningsih, Nisfatin, Risha.. bla-bla-bla. Siapkan materi presentasi untuk pekan depan ya. Temanya tentang Geopolitik dan Geostrategis Indonesia..
Aku dan Dini nyaris terpekik senang. Nggak jadi presentasi sekarang!!! Horee!!!
Hufff.. alhamdulillah

Hari ini benar-benar luar biasa!!
Merasa ditembak dengan ayat ini;
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (Q.S. 94 : 7).
Hanya sayang, di poin “sungguh-sungguh” jelas sangat kurang.

Keributan-keributan kecil hari ini,..
Cukup adil bagi aku yang tadi malam melalaikan tugas

Kecele Lele

Ditulis tanggal 27 Maret 2010


Ujian Tengah Semester mata kuliah Perkembangan Hewan
Soal Esai; Pembiakan KATAK.


Dengan penuh percaya diri dan keyakinan pasti benar (merasa diri sangat sangat benar), aku dengan mantap menjawab pertanyaan tersebut. Biar lebih mantap nih, pakai gambar deh. Lele betina pakai pita, lele jantan tidak pakai pita. Lele yang akan dikorbankan dibuat manyun, lele yang akan diselamatkan digambar tersenyum.
Siip, mangstab!! Lele-lele yang keren.

Selasa berikutnya..23 Maret 2010,

“Ibu heran, kok masih ada yang menuliskan hormon…(disensor). Ada juga yang menuliskan lele, padahal jelas-jelas di soalnya katak…”

Jleb..

Hasil jawaban yang telah diperiksa dibagikan…
Lele-lele itu, tampak tertawa dengan puasnya sambil berkata,
“sukurin!! Makanya jangan merasa diri paling benar!!”

Rencana Kita Belum Sesuai dengan Rencana Allah

28 Maret 2010 jam 18:58

Saat sedang duduk-duduk di koridor tempat wudlu akhwat di Salman…
Ada AM (Anak Muda/Angkatan Mujahid/Anggota Muda) MaTa’ XVI bertanya, “Di kosan Teteh ada kamar kosong nggak? Aku lagi nyari kosan nih.”
“Oh, ada satu kamar. Sebelahnya kamar sebelah Teteh. Kemarin ngobrol sama Bapak kos sih lagi nyari penghuni baru katanya.”
Kamar itu sudah sejak bulan Oktober lalu kosong. Sudah banyak yang calon penghuni yang melihat-lihat sih, tapi entah mengapa akhirnya selalu tidak jadi.
“Insya Allah setelah pembinaan MaTa’ aku mau survey deh, Teh. Asiiiiik, aku mau sekosan sama Teteh!!!!”
(Heeeeek???)
“Sip-sip, insya Allah Teteh antar.”

Sabtu, 20 Maret 2010
Menjelang pembinaan…
“Assalamu’alaikum. Teh, aku telat datang pembinaan. Lagi ada kumpul …. (lupa). Insya Allah datang menyusul. Oia Teh, nanti kita lihat-lihat kosan ya ba’da pembinaan.
“Ocheh, insya Allah Teteh bisa antar.”

Saat pertengahan pembinaan…
“Teh, aku nggak jadi datang pembinaan. Kepalaku pusing. Mau pulang dulu ke asrama. Mudah-mudahan jam 1 udah sehat, biar bisa lihat kosan.

Saat pembinaan usai…
“Jadi lihat kosan nggak, Dek? Ini Teteh mau pulang dulu”
“Teteh, aku nggak jadi lihat-lihat sekarang. Masih pusing soalnya. Lain kali aja ya, Teh.”
“Sip-sip. Syafakillah yaaaa”

Saat sampai di pintu gerbang kosan…
Kok, rame?
“Waaah, Teteh yang di kamar ini ya? Kenalkan saya Ai, anak Telkom.” Akhwat itu beserta ibu-ibu lainnya menyambut kedatangan saya.
“Kenalkan, Risha. Baru pindahan ya?”
“Iyaaaa, barang-barangnya masih banyak yang di atas. Lagi dibawain. Teteh anak ITB ya?”
(Di atas di mana? Kok naruh barang di genteng? Piye Mbak?)
“I-iya, angkatan 2008. Mari Bu, Teh. Saya masuk dulu.”

Hm.. Dek Wulan, jangan sedih ya. Ternyata ada orang yang lebih kongkret dan lebih sigap daripada kita. Beberapa langkah kita belum unggul. Akhwat itu langsung mengangkut barangnya ke mari, sementara kita masih mewacanakan survey.

Nggak apa-apa kita nggak jadi sekosan, Dek. Paling tidak hari ini kita dapat pelajaran yang sungguh berharga. Sehebat apapun manusia merencanakan, ada Tangan Allah yang menentukan.
Berbahagialah, Dek. Berarti kamu akan mendapatkan tempat lain yang lebih baik, yang lebih bisa mendekatkanmu pada Allah. Insya Allah…

Tulislah rencanamu dengan pensil dan serahkan penghapusnya pada Allah
Biarkan Dia memperbaiki dan mengganti rencanamu dengan rencana lain yang lebih indah…

Dan Aku pun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya (Q.S. 86 : 16)

Selaput Ekstraembrio, Implantasi, dan Plasenta

21 April 2010 jam 0:09

Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". (Q.S. Maryam : 22-23)

Saya belum pernah melahirkan, tapi saya yakin bahwa melahirkan itu menyakitkan. Apa pasal? Karena semester ini saya belajar tentang perkembangan hewan. Jadi biarkan saya bercerita, sambil mengenang masa-masa indah UTS II tanggal 13 April 2010 lalu. Meskipun judul tulisan ini sedikit lucu, Anda tidak perlu khawatir. Saya usahakan tidak ada istilah-istilah aneh di sini. Mari kita bicara dengan bahasa manusia.

Anda pernah mendengar istilah “plasenta" bukan? Pada mamalia terdapat modifikasi khusus selaput ekstraembrio (selaput yang terdapat pada embrio) yang dinamakan plasenta, yaitu pertautan antara jaringan embrio dengan jaringan induk. Untuk membentuk pertautan itu, embrio harus tertanam (terimplantasi) di dalam endometrium (lapisan pada rahim). Kebayang
kan? Nah, plasenta ini memiliki banyak fungsi penting dalam melayani segala kebutuhan fisiologi janin. Plasenta berperan sebagai paru-paru (respirasi), ginjal (ekskresi), penghantar nutrisi, juga pelindung janin.

Jaringan penyusun plasenta disebut barrier plasenta yang memiliki ketebalan dan susunan komponen yang berbeda-beda. Semakin tipis suatu barrier, pertautan antara janin dengan induk semakin erat. Dampaknya, transport substansi antara janin dengan induk menjadi lebih baik dibandingkan pada barrier yang tebal. Plasenta yang paling tebal tersusun dari 3 lapisan jaringan bagian maternal dan 3 lapisan jaringan pada janin.

Siapkan "pisau dan gunting"
Mari kita "bedah" plasenta pada manusia!!!

Seperti yang telah dikemukakan, semakin tipis lapisan barrier, semakin sempurna fungsi plasenta. Pada manusia, plasenta hanya tersusun dari 3 lapisan jaringan pada janin. Tipe plasenta begini merupakan plasenta yang paling sempurna. Pada plasenta seperti ini, bagian maternal hanya terdiri dari sel-sel darah yang keluar dari pembuluh darah uterus.

Di samping itu, pertautan antara janin dengan induk pada manusia memiliki derajat yang paling tinggi. Penanaman embrio pada uterus manusia termasuk tipe invasif. Embrio terbenam cukup dalam di dalam jaringan ikat maternal. Simpelnya embrio terkubur pada jaringan ikat uterus ibunya. Pertautan yang erat ini akan mengakibatkan jaringan uterus mengelupas saat kelahiran. Bisa bayangin sakitnya ibu kita saat melahirkan?

Dibandingkan dengan manusia, embrio babi dan kuda tidak tertanam dalam pada uterus induknya tetapi kontak antara embrio dengan jaringan ikat induknya hanya terjadi pada permukaan. Saya asumsikan, proses melahirkan pada babi atau kuda tidaklah sesakit proses melahirkan pada manusia.





“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu" (Q.S. Lukman : 15).

wallahu a'lam