Rabu, 19 Mei 2010

Halo, Bisa Bicara dengan Pedra??

10 Januari 2010 jam 19:45

Bismillahirrahmaanirrahiim
Sebuah karya lagi, pertanda aku ada

Halo, Bisa Bicara dengan Pedra??

Sesekali waktu, sempatkanlah Anda duduk-duduk di koridor timur Masjid Salman Institut Teknologi Bandung. Seperti yang sedang kami lakukan saat ini, Rabu 6 Januari 2010. Ya, tiga orang mahasiswi yang sedang berjuang mengubah nasib, mengais A untuk Mata Kuliah Anatomi Fisiologi Hewan dan Genetika.

Bukan bahan ujian yang sedikit, Kawan! Ini adalah UAS, Ujian Agak Serius, bukan UTS, Ujian Tidak Serius (tolong jangan dicontoh). Jadi sedikit wajar kalau kami sudah menekuni buku-buku setebal, ya kira-kira 5 cm lah, dari pagi sampai sesiang ini. Cuma sayangnya, dari pukul 10 pagi sampai kira-kira pukul 15, kami baru bisa menyelesaikan beberapa halaman saja. Biasalah, ketika ada lebih dari dua orang wanita berkumpul dalam suatu forum belajar bersama, dapat dibayangkan kelanjutan ceritanya. Mulai dari membicarakan mencit-mencit sampai.. sampai.. sampai apa ya waktu itu? Hmm, cem-cem KP-lah, kurang penting makanya saya lupa :-D

Baik, tibalah cerita kita pada kedatangan tokoh utama.
Ba’da syuro laskar acara DP2Q, saya kembali ke barisan para wanita yang sedang mencoba berpikir selayaknya seorang Morgan menemukan teori-teori rekombinasi dan pautan genetik.

Anak laki-laki itu (sebenarnya sudah bukan anak-anak sih) datang dan menyodorkan kue-kue dagangan dengan harga tidak kira-kira. Dari perawakan nampaknya ia berusia sekitar 18 tahun, tapi karena cara bicaranya yang “manja” kami jadi memanggilnya “Dek”.

Sebenarnya ini pertemuanku dengannya untuk kedua kali. Dulu pernah, Adek itu datang dan menyodorkan dagangan dengan harga selangit juga (ah, lebay). Ia mengaku dari sebuah SLB di Jakarta (tanpa menyebut merek) dan ternyata dia nonis. Dia bilang mau pulang tapi tidak punya ongkos. Aih, ternyata sekarang harus berurusan kembali dengannya…

Seorang teman akhirnya membeli sebuah donat, berwarna pink dan terbungkus plastik yang sudah lecek. Eeh, Si Adek masih nggak mau pergi. Malah jadi mengajak kami ngobrol. Lalu ketika ada handphone saya yang tergeletak, ia meminta izin untuk menelepon temannya. Saya malah iya-iya aja. Lagipula ada bonus pulsa sih di handphone CDMA itu. Jadi kapan kamu mau pergi, Dek??????????????????????

Hebat, Si Adek menelepon layaknya itu handphone milik sendiri. Lama dan tidak penting (mungkin bagi dia penting sih). Kami pura-pura tidak peduli meskipun dalam hati berteriak, “seseoraaaaang, singkirkan dia dari siniiiiii”.

Datanglah Ibu Idar, ibu manajer mukena, dari arah belakang si adek. Beliau bertanya tanpa suara, kira-kira beginilah, “siapa itu?”. Dengan isyarat, saya bilang tidak tahu dan minta bantuan. Sampai kemudian datang pak satpam mengajak si adek pergi. Si adek mau nangis gitu sambil merengek-rengek, “aaah, saya kan jualan. Masa ngga boleh.. kan hujan, aaahhh…” Cup-cup-cup.

Ya, selesai sudah urusan yang satu itu. Kami membuka kembali lembar-lembar karya tulis Hartwell berjudul Genetics, from Genes to Genomes. Tentunya masih sambil ngobrol. Mengalirlah cerita-cerita itu...(ini fakta, dan telah terjadi di sekitar kita). Mulai dari ibu yang membawa anak laki-laki, yang bertanya-tanya tentang murtad. Pada akhirnya dia akan bilang bahwa dia dipaksa murtad karena telah meminjam uang sebanyak sekian. Lalu orang-orang yang mendengarnya akan berempati dan memberi uang. Atau tentang orang yang, katanya sih mau jalan kaki dari Gelap Nyawang ke Jatinangor karena kehabisan ongkos. Lalu tentang bapak-bapak yang meminta uang karena dompetnya hilang, lalu pas mau diantar ke Rumah Amal malah marah-marah. Juga tentang ibu pengemis yang memaki-maki karena tidak dikasih uang. Atau tentang anak berseragam SMA yang pura-pura kehilangan tas di Salman.
Hening beberapa saat. Handphone CDMA saya terbahak-bahak (berdering maksudnya), ooh ada panggilan masuk. Suara hati saya mengatakan bahwa penelepon adalah orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan si Adek. Teman yang tadi ditelepon mungkin. Soalnya nomor handphone CDMA ini memang tidak diketahui banyak orang.

“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam, bisa bicara dengan Pedra?”
“Hm..??”
“Yang menelepon tadi lho, Mbak.”
“Oh, ini siapa?”
“Saya ibu gurunya, Pedra ada? Tadi dia menelepon temannya di sekolah”
“Wah, Pedra sudah pergi tuh. Saya nggak tahu perginya ke mana.”
“Hmm, kalau boleh tahu ini Mbak ketemu Pedra di mana ya?”
“Di ITB, Bu. Di Masjid Salman.”
“Hah, di Bandung??? Terus selama ini Pedra tinggal sama Mbak?”
“Haeh?! Enggak lah. Saya baru ketemu dia dua kali di sini”.
“Itu anak pergi sejak lebaran dan belum pulang-pulang”
“Gitu ya? Tapi… dia sehat, Bu?”
“Yaa, secara fisik sehat tapi kalau bicara agak melantur sih. Berarti dia masih di Bandung ternyata. Sudah ya, Mbak. Terima kasih. Wassalamu’alaikum”

********************************************************************

Baik, lupakan Pedra, nggak akan keluar di ujian soalnya. Tapi bagaimanapun, masih kepikiran juga sih. Bagaimana seorang Pedra bisa pergi dari sekolah dan terdampar di Bandung, lalu ibu guru dan orangtuanya mungkin panik mencari-cari.

Belum lagi bayangan Pedra pergi, dari arah utara berjalan sesosok mas-mas. Hemm, keknya kenal dan naga-naganya..

Tuh kan benar, mas-mas itu mendekati sekelompok akhwat dan berjongkok di dekatnya. Saya amati dia dari awal kedatangan sampai ketika diberi selembar uang. Belum cukup bagi dia uang Rp5000 rupanya, dia datang dan berjongkok di hadapan kelompok belajar kami. Sama, intinya sih minta uang. Halahh, lu pikir orangtua kite-kite punya pohon duit? Kerja dooooong, badan segar bugar juga. Bagaimanapun, kami tidak merasa harus memberi uang pada dia. Akhirnya mas-mas itu pergi setelah kami beri pisang (iya gitu, dikasih pisang?).

FOKUS ADA PADAKU. Begitu kata buku. Kali ini hening soalnya masing-masing sedang merenung : Ckckck… ini hari apa yak kok dapat jackpot cem begini.

Hari semakin senja, hujan telah terhenti namun tetap saja cuaca dingin sangat. Kami masih duduk di kortim ketika seorang akhwat berperawakan S2 datang.

“Assalamu’alaikum, Mbak. Mau nanya, kalau mau ikut halaqah di Salman gimana ya? Saya S2 di Unpad, baru datang dari Sumatera. Makanya lagi nyari halaqah, pengennya sih di Salman,” ujar Mbak itu.
“Wa’alaikumussalam. Halaqah?” Hemm, saya mikir dulu. Halaqah yang mana nih, apa halaqah Qur an Mata’, ya bukan lah. Masa iya menghubungi BKM Gamais, kan bukan mahasiswa ITB. Setelah ditanyakan kepada seorang teteh dan teteh tersebut memberikan nomor handphone seorang teteh yang akan menyambungkan si teteh (eh mbak) itu dengan KARIM Salman, Mbak itu pun pergi.
Kami yang tinggal berdua berpandangan, dan tersenyum bersamaan. Sepertinya kami sedang memikirkan hal yang sama…

Hari semakin senja.
Jadi apa kesimpulan belajar hari ini?

Gen-gen yang terletak pada kromosom yang berbeda akan disegregasikan secara independen tetapi gen-gen yang terletak pada jarak yang relatif dekat akan terpaut dan diwariskan bersama-sama kepada filialnya.

Kalau mau belajar kelompok, buatlah perjanjian untuk tidak membicarakan hal lain selain materi ujian. Dan jangan lupa siapkan banyak cemilan :-D

Duduk-duduklah engkau di kortim Salman, niscaya dengan izin Allah engkau akan bertemu Pedra, mas-mas yang minta uang, mbak yang bertanya tentang halaqah.

Terkadang, tidak perlu sesuatu yang besar untuk kita bisa menarik pelajaran darinya. Kalau kita merasa tidak ada hikmah dari peristiwa itu, ya dicari sampai dapat hikmahnya :-p

Jangan takut pada orang asing, kecuali orang itu bertangan empat dan bergigi sepanjang ikan layur yang ditemukan di Tempat Pelelangan Ikan Pangandaran saat kuliah lapangan biosistematika (naoooon siiiih!!!).

********************************************************************

Tulisan ini disusun tanggal 9 Januari 2009, sehari ba’da UAS Genetika dan Anatomi Fisiologi Hewan yang tabu untuk diperbincangkan lagi, dan Alhamdulillah dipublikasi hari ini 10 Januari 2010. Dan saya baru sadar, saya salah saat tanggal 6 Januari itu merasa tidak mendapat pembelajaran apa-apa, padahal ada hal yang sangat penting yang kami dapat.. yaitu mendapatkan tiga kesempatan shalat tepat waktu dan berjama’ah… harta berharga yang mungkin tidak akan didapatkan jika belajar di tempat lain. Wallahu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar