Selasa, 13 Juli 2010

Petuah Ayah

Kata Ayah, belajar itu harus seperti bayi

jatuh
bangun

jatuh
bangun

jatuh lagi
bangun lagi

jatuh lagi
bangun lagi

bangun

tertatih

berjalan

BERLARI!

Senin, 12 Juli 2010

Dengan siapa, ke mana?

Bandung, 12 Juli 2010
Tengah hari dalam perjalanan naik angkot, dari Asrama Putri Salman menuju kosan..

“Itu ITB, Cha!” terdengar seruan seorang bapak saat angkot kami melewati kampus Ganesha.
He? Udah tahu kok, Pak, ujar saya dalam hati.
“Tuh, tuh, kampus Icha nanti kalau udah gede,” kali ini seorang ibu yang bersuara.
Kali ini jelas-jelas perbincangan tidak ditujukan pada saya, tetapi pada seorang gadis cilik berusia sekitar 2 tahun.
Si anak tertawa-tawa senang sambil menunjuk-nunjuk, “I..de..e”
Hoo, saya pun ikut tertawa-tawa. Icha junior!!

Di depan Kebun Binatang Bandung, Si Bapak, Ibu, Icha junior, dan beberapa orang dewasa lain turun. Rupanya Si Bapak merupakan pemimpin rombongan wisata. Yang saya amati selama hilir-mudik di daerah Pelesiran-Jalan Ganesha, biasanya pengunjung Kebun Binatang adalah para orang dewasa yang membawa para anak. Tapi kok kali ini sedikit beda ya, rombongan orang dewasa (ada neneknya juga) yang membawa satu anak kecil. Satu saja.

Mau pada ngapain di Kebun Binatang, Pak, Bu?
Mau pengamatan burung ya?
Atau mau lihat buaya darat?
Hemm, atau mau mengamati keanekaragaman flora dan fauna?

Kenapa nggak piknik ke pantai aja ya? Atau ke mana gitu, ke tempat yang lebih “dewasa”. Ah, sebenarnya Kebun Binatang juga bukan monopoli anak-anak. Hanya saja, berdasarkan pengalaman dan pengamatan selama ini, terbentuklah paradigma dalam kepala saya bahwa Kebun Binatang berasosiasi erat dengan tempat wisata untuk anak-anak.

Anggota rombongan itu kemudian menyeberang. Beberapa di antara mereka ada yang saling bergandengan tangan. Melihat fragmen tersebut, saya akhirnya manggut-manggut maklum.
Mungkin “kapan” dan “mau main kemana” bagi mereka bukanlah urusan terpenting, yang saaaaaaangat penting adalah “dengan siapa?”

Sabtu, 10 Juli 2010

--<<@

11 Juni 2010 jam 6:23

--<<@
Segala tentangmu adalah puisi tanpa diksi, tanpa dramatisasi
Bagimu, bagi kita, rasa bukanlah kata-kata

Berjalan bersamamu mengenangkan rima sederhana
Menghadirkan baris-baris bahasa seadanya

Bila semua kata di semesta ini tiada
Tak perlu kukhawatirkan dirimu
Karena kau tercipta dari makna
Cukup dari diammu ku sudah tahu


--<<@


Ah Ayah,
bagaimana aku tak cinta
Sebagian dari dirimu...
mengalir bersama napasku

Tentang Teman yang Pergi Lebih Dahulu

Hampir setiap pulang kampung saya disambut dengan kabar gembira.
Kabar pernikahan teman atau bahkan kabar mengenai teman yang sudah melahirkan.
Berbeda dengan kabar yang saya terima saat liburan ini.

Tanggal 8 Juli 2010, sekitar pukul empat sore, dalam perjalanan menuju Pantai Ujunggenteng bersama keluarga.

+6285624120xxx : Teh, nuju d jpk pan? Tos terang teu acan andi kodok pupus
Saya : Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un
(Lho, bukannya…)
Iraha pupusna? Kunaon?
Deg-degan saya pencet opsi “send”.
Pasalnya, baru kemarin siang Andi mampir ke rumah.
Nggak lucu kan kalau meninggalnya sudah sejak seminggu yang lalu..

Sms balasan diterima.
Kabarnya, Andi meninggal dalam kecelakaan hari Rabu malam.
...dan siang sebelumnya beliau mampir ke rumah saya, mencari bibinya yang merupakan teman Mama. Allahu akbar!!..

Waktu kelas IX SMP memang kami akrab, namanya juga teman sekelas.
Biasalah, sebut saja “partner in crime”.
Setelah SMA, apalagi dengan kelas dan kesibukan yang berbeda, akhirnya anak-anak IX C terpisahkan dengan sendirinya.
Hingga setelah dua tahun ba’da lulus SMA, saya nyaris lupa pernah punya teman bernama Andi Supriadi.

Sampailah di siang itu.
Saya membuka pintu untuk tamu yang memencet bel.
Ternyata seorang remaja putra, berbaju belang, badannya tinggi, rambutnya agak gondrong, berkacamata frame tebal.
Kok rasa-rasanya kenal, siapa ya.. pangling!

“Eh Ca, liburan? Tos lami di dieu?” Sapanya dengan tersenyum.
Senyum yang pada akhirnya mengingatkan saya pada namanya.
“Muhun, tos lami. Liburna lami” jawab saya.
Sebenarnya nama beliau sudah ada di tenggorokan, namun tak juga kunjung terucap.
“Aya Bu Didah teu? Saurna kadieu”, tanyanya.
“Teu aaa-ya?”, jawab saya.
“Yeh, di mananya? Ongkoh saurna di Bu Tami..,” gumamnya sambil memencet hp, menghubungi orang yang dicari.

Setelah beberapa percakapan singkat akhirnya beliau pulang.
Tidak sedikitpun saya menyangka, setelah sekitar dua tahun tidak bertemu, pertemuan itu merupakan perpisahan.
Baik tempat maupun waktunya, semua hal tersebut berasa luar biasa.
Saya baru pertama kali bertemu dengan seseorang beberapa saat sebelum ajalnya, apalagi dengan cara kematian yang tiba-tiba.
Tambahan lagi, orang tersebut bukanlah teman yang sangat akrab yang seringkali bertemu, eh tiba-tiba dia hadir di pintu depan rumah saya.
Sekilas, hanya sekilas.
Benar-benar untuk terakhir kalinya...

Saya rasa pertemuan terakhir ini bukanlah kebetulan. Bagi saya, itu adalah pengingat dari Allah untuk saya yang terlena dalam permainan dunia.

Pemuda itu..
semuda apapun
sekuat apapun
sehebat apapun
jika Tuhannya memintanya kembali
pergilah ia...

Maut barangkali bukanlah perkara kapan
tetapi bagaimana



*****

Selamat jalan, Andi Supriadi...
(SMPN 1 Jampangkulon, kelas IX-C, alumni 2005
SMAN 1 Jampangkulon, kelas bahasa, alumni 2008)

Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.
(QS. 89:27-30)

Rabu, 19 Mei 2010

Asyiknya Kuliah Biologi

06 November 2009 jam 19:38

Alhamdulillah, saat ini aku masih hidup. Berada dalam kondisi sehat wal'afiat malah.


Tidak mati karena tertimbun buku-buku

Tidak mati karena terkena radiasi laptop

Tidak mati karena terbius amonia

Tidak mati karena tenggelam dalam Waterbirth

Tidak mati karena keracunan feses Mus musculus 

Tidak mati karena dikerubuti Drosophila melanogaster

Tidak mati karena disergap Arctictis binturong

Tidak mati karena dikejar Term of References

Tidak mati karena dikepung syuro' dan rakor

Tidak mati karena dibayang-bayangi notulensi

Tidak mati karena dihantui presensi



Aku baik-baik saja

Semakin hari semakin baik malah

Semakin hari semakin kuat malah


Siapa bilang ini beban?

Ini "hanya" latihan

Bapak, Berhentilah Membakar Uang Kita

31 Desember 2009 jam 9:16

Bismillahirrahmaanirrahiim


Sebuah karya, pertanda saya ada


"Bapak, Berhentilah Membakar Uang Kita!!!"






Tiga puluh empat… tiga puluh lima… tiga puluh enam…
Kalau kulanjutkan hitungan ini, lama-lama aku jadi pening. Kotak-kotak yang sedang kuhitung ini adalah bungkus rokok. Ya, belakangan ini aku memiliki hobi baru, yaitu menabung bungkus rokok Bapak. Dan lihatlah sekarang,hasil tabunganku sudah berbaris memenuhi lubang ventilasi di bagian atas pintu kamarku!

Setiap hari Bapak menyumbangkan satu atau dua bungkus, seringnya sih dua. Memang banyak orang yang rekornya jauh melampaui Bapak, tetapi menurutku beliau yang ternekad. Dengan penghasilannya yang tak seberapa sebagai “pembangun peradaban” (kuli bangunan), Bapak memaksakan berlembar-lembar uang untuk menebus batangan candunya. Padahal jika dikonversikan ke dalam rupiah, Bapak merokok selama satu minggu sama dengan membakar sepuluh kilogram beras. Ah, Bapak…

Kebiasaan Bapak merokok itu kambuh belum lama, kira-kira baru tiga bulan yang lalu, sejak Ibu diambil yang Maha Kuasa. Konon katanya, saat masih lajang Bapak adalah perokok berat, namun beliau berhenti merokok karena Ibu saat akan menikah dengan Bapak membuat perjanjian bahwa Bapak harus berhenti merokok.

Bukan tak pernah aku mengingatkan Bapak. Terlalu sering malah, jadinya sudah dianggap sebagai anjing yang menggonggong… dan cerobong asap tetaplah mengepul. Upaya diplomasi sudah sering kutempuh. Namun apalah daya, bapakku malah tak paham apa yang kukatakankan.

Di rumahku, apalagi di pintu kamar, penuh dengan tempelan-tempelan

No smoking!! No cigarette!!

Mengepulkan asap dapur lebih penting daripada mengepulkan asap rokok!!

Jus wortel lebih enak daripada jus rokok

Dan Bapak tentu tak tinggal diam dengan serangan itu, beliau yang tulisannya seperti cakar ayam itu membalas : Mang Junaedi ngisep sehari tiga bungkus. Tapi dia mati karena sakit jantung, bukan karena keracunan tembakau!

/////

Maghrib ini aku pulang seperti seorang pejuang yang menyongsong kemenangan. Lelah letih, gang sempit dan becek, lewat deh… Ini aku, Imas Maesaroh, berjalan dengan penuh kecongkakkan. Kepalaku terasa bengkak oleh ide-ide yang meloncat-loncat. Seorang mahasiswa tingkat III di institut terbaik bangsa akan menaklukkan bapaknya yang tamatan SD. Heh!! Sombong aku!!

“Imas, sudah sholat belum? Maghrib sudah mau lewat juga.” Rupanya Bapak baru pulang dari mesjid. Dalam kehidupannya, mesjid, batu bata, dan rokok adalah hal-hal yang tak bisa dijauhkan darinya.

“Iya, iya.” Aku melangkah menuju kamar mandi. Byur-byur-byur, aku bersuci seadanya. Kemudian terbirit-birit menuju kamar. Begini-begini aku penakut, masih saja percaya dongeng tentang hantu jahat yang gemar mengganggu orang yang mandi maghrib.

Seusai sholat, seperti biasa aku dan Bapak makan malam, lesehan beralaskan tikar pandan usang. Ruang tamu di rumah ini multifungsi. Bisa menjadi ruang menerima tamu, ruang keluarga, ruang makan, maupun kamar darurat jika ada teman-teman sekelasku yang menginap.

“Wah, nggak kerasa ya sudah bulan Ramadhan lagi. Coba kalau Ibu masih ada, kita besok sahur pertama kan rame bertiga..” Bapak bergumam sambil mengunyah sepotong tempe. Aku hanya diam, ada rasa yang susah payah kutahan. Kacamataku memburam.

“Dulu waktu Imas kecil, sebelum sahur Ibu suka mengajak Imas panen duit di kebun depan. Hehe, lucu ya, Pak. Waktu itu Imas kira malaikat yang nyawer duit, nggak tahunya ternyata Ibu.” Aku menerawang sambil memeluk lutut.

“Iya, kamu tuh sampai nggak mau tidur. Takut kesiangan, takut duitnya keburu habis diambil Bapak.” Bapak mengacak-acak rambutku. Aku hanya nyengir dan menyandarkan kepalaku di bahunya.

“Imas, tolong ambilin rokok Bapak di atas TV.” Di rumah kami, TV merupakan satu-satunya barang berharga. Itu juga dibelinya dari hasil saweran setelah aku dua kali syukuran khatam Qur’an, ditambah tabungan Almarhumah Ibu, upah beliau merias pengantin.

Uuh…

“Pak, besok kan kita mulai puasa, berarti Bapak nggak usah beli rokok, ya,” bujukku.
“Waah, mulut Bapak asem kalau nggak merokok,” kilah Bapak.
“Kalau gitu satu bungkus untuk seminggu, ya,” aku menawar.
“Hmmm…,” Bapak diam. Itulah Bapak, tiap kali aku minta Bapak berhenti merokok, beliau cuma hmm-hmm saja.

////////

“Imas, rokok Bapak kamu taruh di mana?”
“Waduh, Pak! Tadi sudah Imas buang, kirain nggak ada isinya. Hari ini nggak usah aja ya, Pak. Sepuluh menitan lagi taraweh, masa mau taraweh bau rokok. Malu sama Allah ya, Pak.”

////////

Malam ini Pak RT bertandang ke rumah. Biasa, beliau memang suka melakukan kunjungan ke rumah-rumah warganya. Begini kalau bapak-bapak sedang mengobrol, rame juga lah! Aku bisa mendengar apa mereka perbincangkan, soalnya antara kamarku dan ruang tamu hanya disekat kain. Rupanya Pak RT menawarkan pekerjaan pembangunan MCK umum. Alhamdulillah, rezeki datang di saat kami sangat membutuhkan.

“Ngisep, Pak RT!” Sebagai tuan rumah Bapak menyuguhkan rokok pada tamunya.
“Oh punten, nggak saya mah. Maklum udah uzur, udah penyakitan,” jawab Pak RT sambil terkekeh-kekeh. Bapak tidak jadi menyulut rokoknya..

/////////

“Neng, beliin rokok lah sebungkus,” pinta Bapak di suatu sore.
“Pak, boleh nggak uangnya buat beli ikan patin di warung Bu Haji? Imas udah lama nggak makan masakan Bu Haji,” pintaku agak memelas. Aku yakin Bapak akan mengiyakan, soalnya Bapak juga pasti sudah bosan seminggu ini makan telur melulu.
Bapak berpikir sejenak. “Ya sudah, terserah kamu.”
Yesss…!!!

//////////

Tidak terasa, sepuluh hari pertama Ramadhan sudah berlalu. Aku baru membeli dua bungkus rokok dan Bapak belum membakar semuanya. Suatu progres yang lumayan bagus.

Aku memang sudah merencanakan program “stop merokok” buat Bapak. Jika di hari-hari biasa rasanya sulit menerapkan program ini, mudah-mudahan Ramadhan adalah waktu yang tepat. Dan rasanya hipotesisku sudah mulai terbukti. Dari hari pertama Ramadhan aku me-launching programku. lihat saja kurva kuantitas rokok yang dihabiskan Bapak per hari menunjukkan penurunan secara eksponensial.
Seusai shalat maghrib Bapak duduk sendiri. Televisi menayangkan sinetron khas Indonesia. Kok tumben ya nggak pindah channel? O-oww, pantesan…

“Ngelamunin apa, Pak?” Aku duduk di sampingnya, mengambil remote dan memencet-mencet mencari siaran yang bagus.
“Neng, kayaknya lebaran ini Bapak nggak bisa beliin kamu baju baru,” Bapak serius sekali menatapku.
“Haha, Bapak… Imas kan sudah besar. Sekarang ini sudah waktunya Imas yang membelikan Bapak baju lebaran,” jawabku ringan.
“Kamu punya uang, Neng?” Bapak menatapku ragu.
“Masih ada sisa beasiswa. Ya nggak banyak sih, tapi cukuplah untuk membeli baju koko baru buat Bapak,” aku tersenyum. Ada semilir angin yang membelai lembut hatiku saat mengucapkan kata-kata itu. Dan aku melihat bintang di mata Bapak.

“Eits, tapi ada syaratnya,” aku mengerling.
“Selama Ramadhan ini Bapak nggak boleh menyentuh rokok. Bagaimana, Pak?” Ciee.. lagakku..
Bapak tertegun menimbang. “Berhenti merokok itu susah, Neng.”
“Apa yang susah di dunia ini, Pak. Yang ada adalah mau atau tidak mau berusaha” jawabku sok tahu.
“Hmm..hmm..”

Aku tahu Bapak dan rokok adalah pasangan sedarah sedaging, namun aku juga sangat tahu.. Bapak lebih mencintai aku daripada pasangan ilegalnya itu. 

“Deal?” Tanganku sudah terulur. Dan Bapak menyambutnya dengan canggung.

Malam itu, dengan disaksikan Tuhan.. Seorang bapak dan anaknya telah mengikat janji.

Hari-hari selanjutnya aku benar-benar mempersiapkan upaya-upaya mendukung Bapak berhenti merokok. Tiap hari aku membuat tajil yang banyak. Setelah makan berat, kupaksa Bapak menghabiskannya. Jadi saat tajilnya baru habis, adzan isya berkumandang. Selesai tarawih aku titipkan Bapakku pada Wa Haji untuk tadarusan sampai larut malam. Makanan sahur sengaja aku sajikan menjelang imsak. Nah, selain mengikuti sunnah Nabi, tidak ada waktu luang yang mengingatkan Bapak pada rokok. Sekali dua kali aku memergoki Bapak diam-diam menyelinap ke belakang rumah setelah kekenyangan makan tajil. Aku dengan sigap membuntutinya.

Ramadhan tinggal bersisa sepuluh hari lagi. Jauh-jauh hari sebelumnya, aku sudah mendaftarkan Bapak untuk ikut program I’tikaf yang diadakan DKM di kecamatanku. Anggap saja aku memesantrenkan Bapak. Aku sudah mewanti-wanti pada Wak Haji supaya mengawasi Bapak.

Dan entah kenapa Bapak nurut saja aku atur-atur… ya, mungkin itulah cinta. Hahay..

----<<<@

Idul Fitri pertama tanpa Ibu. Aku menangis di depan pusaranya. Kangen…
Kangen pelukannya, kangen masakannya, kangen segala hal tentang mutiaraku itu.

Bapak menepuk pundakku pelan. “Pulang, yuk.”
Aku mengangguk. Tertangkap oleh sudut mataku kilau koko biru langit yang dikenakan Bapak. Jika kumembauinya, tentu wangi tokonya masih terasa.

----<<<@

Kulihat Bapak tampak sibuk mencari sesuatu.
“Cari apa, Pak?”
“Lihat korek api nggak?”
“Buat apa?” aku mengernyitkan kening. Wah, curiga…
“Mau ngisep,” jawab Bapak santai.
“Lho, Bapak lupa janji yang dulu?” aku mulai cemberut.
“Inget kok, tapi kan perjanjiannya hanya berlaku di bulan puasa.” Bapakku nyengir, jelek sekali.

///////////

Nomor 1 Katanya!!

09 Januari 2010 jam 6:42 | Sunting Catatan | Hapus
Diunggah melalui Facebook Seluler
Raport Semester 1

Nama : Risha Amilia Pratiwi
NIM : 10608069

Mata Kuliah Indeks Nilai

Genetika : *
PITH : *
Proyek Anatomi dan Fisiologi Hewan : *
Anatomi dan Fisiologi Hewan : *
Biosistematika : *
Kimia Organik : *
Agama dan Etika Islam : *

IPK : ****


Catatan untuk mahasiswa :

Katamu Allah nomor 1!
kok adzan sudah terdengar malah masih asyik ngetik teori dasar

Katamu Allah nomor 1!
kok tilawah jadi setengah padahal Martini dilahap sampai mau muntah

Katamu Allah nomor 1!
kok begadang sampai pagi tapi tahajud tak dijalani

Katamu Allah nomor 1!
kok Drosophila dipiara tapi kabar saudara tidak ditanya

Katamu Allah nomor 1!
kok Thespesia populnea dihapal tapi Qur'an malah ditinggal

Katamu Allah nomor 1!
kok Kromatografi Lapis Tipis dianalisis tapi problematika ummat tak digubris

Halo, Bisa Bicara dengan Pedra??

10 Januari 2010 jam 19:45

Bismillahirrahmaanirrahiim
Sebuah karya lagi, pertanda aku ada

Halo, Bisa Bicara dengan Pedra??

Sesekali waktu, sempatkanlah Anda duduk-duduk di koridor timur Masjid Salman Institut Teknologi Bandung. Seperti yang sedang kami lakukan saat ini, Rabu 6 Januari 2010. Ya, tiga orang mahasiswi yang sedang berjuang mengubah nasib, mengais A untuk Mata Kuliah Anatomi Fisiologi Hewan dan Genetika.

Bukan bahan ujian yang sedikit, Kawan! Ini adalah UAS, Ujian Agak Serius, bukan UTS, Ujian Tidak Serius (tolong jangan dicontoh). Jadi sedikit wajar kalau kami sudah menekuni buku-buku setebal, ya kira-kira 5 cm lah, dari pagi sampai sesiang ini. Cuma sayangnya, dari pukul 10 pagi sampai kira-kira pukul 15, kami baru bisa menyelesaikan beberapa halaman saja. Biasalah, ketika ada lebih dari dua orang wanita berkumpul dalam suatu forum belajar bersama, dapat dibayangkan kelanjutan ceritanya. Mulai dari membicarakan mencit-mencit sampai.. sampai.. sampai apa ya waktu itu? Hmm, cem-cem KP-lah, kurang penting makanya saya lupa :-D

Baik, tibalah cerita kita pada kedatangan tokoh utama.
Ba’da syuro laskar acara DP2Q, saya kembali ke barisan para wanita yang sedang mencoba berpikir selayaknya seorang Morgan menemukan teori-teori rekombinasi dan pautan genetik.

Anak laki-laki itu (sebenarnya sudah bukan anak-anak sih) datang dan menyodorkan kue-kue dagangan dengan harga tidak kira-kira. Dari perawakan nampaknya ia berusia sekitar 18 tahun, tapi karena cara bicaranya yang “manja” kami jadi memanggilnya “Dek”.

Sebenarnya ini pertemuanku dengannya untuk kedua kali. Dulu pernah, Adek itu datang dan menyodorkan dagangan dengan harga selangit juga (ah, lebay). Ia mengaku dari sebuah SLB di Jakarta (tanpa menyebut merek) dan ternyata dia nonis. Dia bilang mau pulang tapi tidak punya ongkos. Aih, ternyata sekarang harus berurusan kembali dengannya…

Seorang teman akhirnya membeli sebuah donat, berwarna pink dan terbungkus plastik yang sudah lecek. Eeh, Si Adek masih nggak mau pergi. Malah jadi mengajak kami ngobrol. Lalu ketika ada handphone saya yang tergeletak, ia meminta izin untuk menelepon temannya. Saya malah iya-iya aja. Lagipula ada bonus pulsa sih di handphone CDMA itu. Jadi kapan kamu mau pergi, Dek??????????????????????

Hebat, Si Adek menelepon layaknya itu handphone milik sendiri. Lama dan tidak penting (mungkin bagi dia penting sih). Kami pura-pura tidak peduli meskipun dalam hati berteriak, “seseoraaaaang, singkirkan dia dari siniiiiii”.

Datanglah Ibu Idar, ibu manajer mukena, dari arah belakang si adek. Beliau bertanya tanpa suara, kira-kira beginilah, “siapa itu?”. Dengan isyarat, saya bilang tidak tahu dan minta bantuan. Sampai kemudian datang pak satpam mengajak si adek pergi. Si adek mau nangis gitu sambil merengek-rengek, “aaah, saya kan jualan. Masa ngga boleh.. kan hujan, aaahhh…” Cup-cup-cup.

Ya, selesai sudah urusan yang satu itu. Kami membuka kembali lembar-lembar karya tulis Hartwell berjudul Genetics, from Genes to Genomes. Tentunya masih sambil ngobrol. Mengalirlah cerita-cerita itu...(ini fakta, dan telah terjadi di sekitar kita). Mulai dari ibu yang membawa anak laki-laki, yang bertanya-tanya tentang murtad. Pada akhirnya dia akan bilang bahwa dia dipaksa murtad karena telah meminjam uang sebanyak sekian. Lalu orang-orang yang mendengarnya akan berempati dan memberi uang. Atau tentang orang yang, katanya sih mau jalan kaki dari Gelap Nyawang ke Jatinangor karena kehabisan ongkos. Lalu tentang bapak-bapak yang meminta uang karena dompetnya hilang, lalu pas mau diantar ke Rumah Amal malah marah-marah. Juga tentang ibu pengemis yang memaki-maki karena tidak dikasih uang. Atau tentang anak berseragam SMA yang pura-pura kehilangan tas di Salman.
Hening beberapa saat. Handphone CDMA saya terbahak-bahak (berdering maksudnya), ooh ada panggilan masuk. Suara hati saya mengatakan bahwa penelepon adalah orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan si Adek. Teman yang tadi ditelepon mungkin. Soalnya nomor handphone CDMA ini memang tidak diketahui banyak orang.

“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam, bisa bicara dengan Pedra?”
“Hm..??”
“Yang menelepon tadi lho, Mbak.”
“Oh, ini siapa?”
“Saya ibu gurunya, Pedra ada? Tadi dia menelepon temannya di sekolah”
“Wah, Pedra sudah pergi tuh. Saya nggak tahu perginya ke mana.”
“Hmm, kalau boleh tahu ini Mbak ketemu Pedra di mana ya?”
“Di ITB, Bu. Di Masjid Salman.”
“Hah, di Bandung??? Terus selama ini Pedra tinggal sama Mbak?”
“Haeh?! Enggak lah. Saya baru ketemu dia dua kali di sini”.
“Itu anak pergi sejak lebaran dan belum pulang-pulang”
“Gitu ya? Tapi… dia sehat, Bu?”
“Yaa, secara fisik sehat tapi kalau bicara agak melantur sih. Berarti dia masih di Bandung ternyata. Sudah ya, Mbak. Terima kasih. Wassalamu’alaikum”

********************************************************************

Baik, lupakan Pedra, nggak akan keluar di ujian soalnya. Tapi bagaimanapun, masih kepikiran juga sih. Bagaimana seorang Pedra bisa pergi dari sekolah dan terdampar di Bandung, lalu ibu guru dan orangtuanya mungkin panik mencari-cari.

Belum lagi bayangan Pedra pergi, dari arah utara berjalan sesosok mas-mas. Hemm, keknya kenal dan naga-naganya..

Tuh kan benar, mas-mas itu mendekati sekelompok akhwat dan berjongkok di dekatnya. Saya amati dia dari awal kedatangan sampai ketika diberi selembar uang. Belum cukup bagi dia uang Rp5000 rupanya, dia datang dan berjongkok di hadapan kelompok belajar kami. Sama, intinya sih minta uang. Halahh, lu pikir orangtua kite-kite punya pohon duit? Kerja dooooong, badan segar bugar juga. Bagaimanapun, kami tidak merasa harus memberi uang pada dia. Akhirnya mas-mas itu pergi setelah kami beri pisang (iya gitu, dikasih pisang?).

FOKUS ADA PADAKU. Begitu kata buku. Kali ini hening soalnya masing-masing sedang merenung : Ckckck… ini hari apa yak kok dapat jackpot cem begini.

Hari semakin senja, hujan telah terhenti namun tetap saja cuaca dingin sangat. Kami masih duduk di kortim ketika seorang akhwat berperawakan S2 datang.

“Assalamu’alaikum, Mbak. Mau nanya, kalau mau ikut halaqah di Salman gimana ya? Saya S2 di Unpad, baru datang dari Sumatera. Makanya lagi nyari halaqah, pengennya sih di Salman,” ujar Mbak itu.
“Wa’alaikumussalam. Halaqah?” Hemm, saya mikir dulu. Halaqah yang mana nih, apa halaqah Qur an Mata’, ya bukan lah. Masa iya menghubungi BKM Gamais, kan bukan mahasiswa ITB. Setelah ditanyakan kepada seorang teteh dan teteh tersebut memberikan nomor handphone seorang teteh yang akan menyambungkan si teteh (eh mbak) itu dengan KARIM Salman, Mbak itu pun pergi.
Kami yang tinggal berdua berpandangan, dan tersenyum bersamaan. Sepertinya kami sedang memikirkan hal yang sama…

Hari semakin senja.
Jadi apa kesimpulan belajar hari ini?

Gen-gen yang terletak pada kromosom yang berbeda akan disegregasikan secara independen tetapi gen-gen yang terletak pada jarak yang relatif dekat akan terpaut dan diwariskan bersama-sama kepada filialnya.

Kalau mau belajar kelompok, buatlah perjanjian untuk tidak membicarakan hal lain selain materi ujian. Dan jangan lupa siapkan banyak cemilan :-D

Duduk-duduklah engkau di kortim Salman, niscaya dengan izin Allah engkau akan bertemu Pedra, mas-mas yang minta uang, mbak yang bertanya tentang halaqah.

Terkadang, tidak perlu sesuatu yang besar untuk kita bisa menarik pelajaran darinya. Kalau kita merasa tidak ada hikmah dari peristiwa itu, ya dicari sampai dapat hikmahnya :-p

Jangan takut pada orang asing, kecuali orang itu bertangan empat dan bergigi sepanjang ikan layur yang ditemukan di Tempat Pelelangan Ikan Pangandaran saat kuliah lapangan biosistematika (naoooon siiiih!!!).

********************************************************************

Tulisan ini disusun tanggal 9 Januari 2009, sehari ba’da UAS Genetika dan Anatomi Fisiologi Hewan yang tabu untuk diperbincangkan lagi, dan Alhamdulillah dipublikasi hari ini 10 Januari 2010. Dan saya baru sadar, saya salah saat tanggal 6 Januari itu merasa tidak mendapat pembelajaran apa-apa, padahal ada hal yang sangat penting yang kami dapat.. yaitu mendapatkan tiga kesempatan shalat tepat waktu dan berjama’ah… harta berharga yang mungkin tidak akan didapatkan jika belajar di tempat lain. Wallahu ‘alam.

Ada Ide Nabrak-nabrak Pengen Ditulis

18 Januari 2010 jam 11:04

Puisi I
(Untuk saudara-saudaraku, mari upayakan pembinaan terbaik untuk adik-adik kita ^^)

Aku ada beberapa untuk mereka,
Potongan sapa yang boleh dirangkai jadi manik kaca
Juga ada beberapa warna-warni tawa
Yang boleh dipilin jadi tali sutra
Tolong kamu sempurnakan liontinnya
Boleh dari do’a ataupun canda
Nanti kita hadiahkan bersama-sama


Puisi II
(Terinsiprasi dari kuliah lapangan biosistematika di tujuh ekosistem Pangandaran)


Setelah cukup panjang menelisik padang lalang
Dan menyisihkan jejak karang
Aku hanya sedikit paham tentang estuari di hadapan kita
Kesamaan macam apa yang perlu kita upayakan
Agar kita tetap dua arus namun satu rasa

Puisi III
(Muhasabah semester tiga)


Bagaimana dengan jelaga yang menggigiti hati
Setelah koyak sebelah langkah
masih lengah juga melenggang di luar gelanggang
Meski telah patah bahkan belum sempat diasah
Tak akan menyerah walau lemah
Tuhan…aku tak ingin rugi
dalam perdagangan ini

Puisi IV
(Untuk saudara-saudariku yang milad)


Tiupan lilin keberapa yang kau perlukan
Untuk membawamu pada kesadaran
Ada ujung dari setiap awal

Koloni Koridor; 2008 Prajurit di Koridor Timur

Bismillaahirrahmaanirrahim...

16 Februari 2010

Sore itu, wajah langit sedikit murung. Mendung. Tapi tidak di sini. Di sini, cahaya terang benderang menyinari dua kubu yang tengah siap siaga. Sang Panglima Biru berkuda putih, tegak di antara dua kubu. Dua puluh ribu pasukan gagah berani, fokus mendengarkan arahan Sang Panglima.

Tentara-tentara bersorban tampak sigap dengan busur panah di tangan masing-masing. Oh, tak hanya mereka! Di kubu sebelah, ada rangers kuning dan rangers pink yang ikut andil memanaskan suasana, mengobarkan semangat jihad para pejuang!

Kalian salah jika menganggap kedua kubu tersebut hendak saling memerangi! Salah besar! Kedua kubu tersebut adalah pasukan yang satu. Jika mereka berjajar dalam barisan terpisah, itu memang satu di antara strategi perang mereka.

Sang Panglima turun dari kuda putihnya, lalu duduk bersila diikuti semua jundinya. Sejauh mata memandang, koridor ini dikuasai oleh laskar mereka. Penuh, penuh sekali. Mereka dalam barisan yang kokoh, dalam jalinan yang rapi, dalam mata sepintal tasbih yang berpangkal namun tiada akhir.

Segalanya diawali dengan gema Asma Allah. Lalu semua jundi terdiam takzim menyimak penjelasan mengenai....

HARI GIZI dan GAMAIS SUPERCAMP

Yap, pasukan itu adalah pasukan kita! Pasukan 2008 yang tadi sore telah memenuhi koridor timur Masjid Salman Institut Teknologi Bandung. Seperti dulu waktu zaman KIT, zaman ketika pasukan kita menginvasi selasar PLN, sampai penuh seperti mahasiswa-mahasiswa yang sedang osjur.

Percaya tidak percaya, rasanya jarkom yang saya forward ke beberapa akhwat tadi malam itu "hanyalah" jarkom biasa. Yaa seperti jarkom biasa yang dikirim ke para anggota Keluarga Muslim 2008, yang sedikit mengecilkan harapan akan berkumpulnya kader 2008 dalam suatu forum besar. Namun yang tadi itu, wah subhanallah.. bahkan Boss Ganteng a.k.a Dita rela meninggalkan kerajaannya untuk datang ke sini. Bukan jarkomnya yang sakti, melainkan Allah yang telah menggerakkan langkah-langkah kita menuju syuro' ini.

"...maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara..." (Q.S. 3 : 103)

"...Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Q.S. 8 : 63)

Ingatkah kawan, kapan terakhir kita kumpul besar begini???

“…Seorang lelaki yang mengundang sanak saudaranya ke pesta tidak melakukannya untuk menyelamatkan mereka dari kelaparan. Mereka semua punya makanan di rumah masing-masing. Ketika kita berkumpul bersama di tengah tanah desa yang diterangi sinar bulan, itu bukan karena bulan. Setiap orang bisa melihat bulan di pekarangannya sendiri. Kita berkumpul bersama karena adalah baik bagi sanak keluarga untuk melakukannya. .."

“..aku hanya punya sedikit waktu untuk hidup. Namun aku mengkhawatirkan kalian orang-orang muda karena kalian tidak mengerti betapa kuat ikatan kekeluargaan ini. Kalian tidak tahu apa artinya bicara dengan satu suara.... Terima kasih karena mengumpulkan kita semua.”

Kita tidak berdoa untuk memiliki lebih banyak uang tetapi untuk memiliki lebih banyak saudara. Kita lebih baik dibanding binatang karena kita memiliki saudara. Binatang menggosokkan punggungnya yang gatal ke sebatang pohon, manusia meminta saudaranya untuk menggaruk.

-“Things Fall Apart” Chinua Achebe-








Tuh kan asik ngumpul-ngumpul kek begini!
Jadi, sering-sering aja yaaa

Keluarga Muslim 2008
BERSIAPLAH!!!



Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (Q.S. 9 : 111).

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Q.S. 61 : 4)


wallahu a'lam

Nyalon???

18 Februari 2010 jam 4:27
Perbincangan antara saya dan Bu Ajeng

17 Februari 2010

Saya : Ata udah bobo, Bu? Tumben nggak bunyi.
Ibu : Lagi main di rumah neneknya. Itu lho yang di persimpangan gang. di sini mah semuanya keluarga, Neng. Sepuluh bersaudara atuh!
Saya : Wow, saudara dari Ibu apa Bapak?
Ibu : Dari Bapak, Ibu mah di sini sebatang kara, Neng. Heuheuheu..
Saya : Ibu dari Jawa ya, Bu?
Ibu : Ibu lahir di Banten, besar di Jakarta. Pas udah nikah pindah ke Bandung sama Bapak.
Saya : Jadi Ajeng lahirnya di sini (Bandung-red) dong, Bu?
Ibu : Nggak, Neng. Ajeng lahirnya di Malang. Orangtua Ibu kan orang Malang. Kalau Angga lahirnya di Borromeus. Ata di Internasional (RS Internasional kali ya?). Angga mah anak kantor, Ata anak swasta.
Saya : Hmm.. maksudnya dibiayai kantor ya, Bu?
Ibu : Iya, dibiayai kantor Bapak.
Saya : emang Bapak kerja di mana, Bu?
Ibu : Ituuu, di PDAM
Saya : Atuh deket banget dong, Bu
Ibu : Iya, makanya Si Bapak mah pulang-pergi we, Neng. Makan siang pulang, terus balik lagi deh ngantor. Ah, di sana mah "kering", Neng! Bapak mah kan tukang gambar, yang terima pesenan gambar yang bisa nego mah (sampai di sini nggak mudheng).
Saya : Si Bapak dari Sipil ya, Bu?
Ibu : Iya, Si Bapak dari sipil. Ibu nih yang nggak nyambung mah, malah sekarang jadinya buka warung.
Saya : Oh, emang Ibu pendidikannya dari mana?
Ibu : Ibu mah dulu kursus kecantikan di Rudi Hadisuwarno sampai 3 tahun!
Saya : Woooow..
Ibu : Iya, dulu teh sampai ngambil.. ada lah sebelas jenis mah. Dari cutting sampai Beauty Class, yang sanggul sendiri, pasang kemben sendiri lho! Heuheuheu..
Saya : keren, Bu! Keren!
Ibu : dulu Ibu kan nggak tinggal sama orangtua, tapi sama kakak. soalnya usianya jauh, Neng! Jadi dibiayai kakak, terserah deh Ibu mau apa juga.
Saya : Oh, jadi Ibu anak kakak ya, Bu. Heuheuheu..
Ibu : Heuheuheu.. Ibu mah kalau mau ujian teh kayak pindah rumah aja. Bawa rak, bawa galon, bawa ah pokoknya lengkap-kap-kap deh.
Saya : Oh, gitu!!
Ibu : Iya, kan penilaiannya bukan cuma dari hasil (Like this, Bu!). posisi berdiri, sikap, pokoknya ribet lah
Saya : dilihat juga penataan peralatan ya, Bu.
Ibu : Ya iyalah, Neng. makanya kalau Ibu ke salon di sini suka bawel. Ada Neng, di salon yang sebelah sana (sebelah mana ya, Bu?) ada yang Ibu suka cara nyalonnya. David, meskipun cowok tapi cuttingnya oke. Pas di sini Ibu heran, kok kalau facial gerakannya cuma delapan kali padahal harusnya tiga puluh empat kali (ap-pppaaaa???)
Saya : Oooh.. (maaf Bu, tidak berminat. hehe). Terus kenapa Ibu nggak buka salon aja?
Ibu : Heuheuheu.. nggak tahu nih Ibu teh malah buka warung. Tapi dulu Ibu suka terima panggilan kalau ada yang mau facial. Tuh, Ibu itu pernah perawatan sama Ibu. Waktu itu dari jam dua siang sampai jam tujuh malam, Neng!!
Saya : wooooooow... Buka salon aja atuh, Bu! (maksa)
Ibu : Pengen sih, Neng. Ntar lah kalau rumah di RW 4 udah beres. Heuheuheu.. Pengennya buka salon buat muhrim aja (muhrim aja?? muslimah kali, Bu?)
Saya : Beneran nih, Bu??? Salon Muslimah?
Ibu : Iya, salon muslimah. Heuheuheu.. kan di sini banyak mahasiswi. mereka juga kan pengen dimanja-manja.
Saya : Bener banget, Bu. Temen-temen juga banyak yang nyari tuh.
Ibu : Doa'in ya, Neng. Heuheuheu..
Saya : Eh Bu, buka kursus kecantikan aja atuh sekalian!
Ibu : Hmm.. boleh sih kalau Neng mau (???), nggak usah beli alat-alat, udah ada kok di Ibu
Saya : Hmmm...boleh juga, Bu. heuheuheu...


Emangnya Kamu Lurah??

17 Maret 2010 jam 20:36

Sore itu, seperti sore-sore biasanya, langit teduh memayungi anak-anak yang bermain galasin di lapangan berumput. Gelak tawa mereka membuat para sesepuh tergoda untuk ikut andil merayakan suasana kekerabatan, berbaur dalam bincang santai di pelataran rumah Pak RT.
Di teras sebuah rumah, seorang gadis kecil tampak duduk cemberut.

“Lho, ini anak Mamah kok malah duduk sendirian? Nggak ikut maen, Neng?”
“Huuuu, sebel. Nggak diajakin main, Maaah!”
“Oooh, gituuu. Ya udah, main mah main aja sana. Nggak usah diajak-ajakin kan biasanya juga. Pada lupa ngajak kali.”
“Aaah, nggak mau. Sebel! Sebel! Sebel!”
“Eeeh, pundungan. Main aja kok repot. Masa mau nunggu undangan dulu, emangnya kamu Lurah.”

De Ziiing!
Si gadis kecil itu kemudian berjalan menuju lapangan.
Sesampainya di lapangan, teman-teman dengan riang menyambutnya.

“Iiih, kenapa nggak ngajak aku main sih? Kalian mah jahat ah nggak ngajak-ngajak. Udahan dulu dong main galasinnya, ulangi dari awal. Kan aku baru datang.”

“Lho, kirain kamu bakalan datang sendiri. makanya nggak dijemput.”

“Udah kok, tadi aku ke rumah kamu. Aku panggil-panggil nggak ada jawaban, kirain lagi bobo.”


“Hmm,, gitu ya. Ya udah deh, terusin mainnya. Aku ikutan yaaaaa.”

“Ayooooooo”





ketika merasa dianaktirikan, bisa jadi justru Anda yang mengibutirikan

Supertum dan Supertem

18 Maret 2010 jam 10:16
Di suatu pagi yang dingin

Niat jahat untuk bolos kuliah pagi ini sengaja saya utarakan pada seorang teteh. 

“Lhoo, kenapa mau bolos, Dek?”

“Kan kemarin baru beres ujian mata kuliah itu, Teh. Berarti kalau bolos juga materinya belum banyak yang harus dikejar. Cuma satu jam ini. Nggak ada kuis kok. Kan ada jatah bolos, hehe.” 

“Mending jatah bolosnya dipakai buat nanti kalau benar-benar urgen”

“Jatah bolosnya kan banyak, Teh. Sayang kalau tidak dimanfaatkan”

“Eeeeh, ari kamu, Dek.”

“Kan lapar, Teh. Mau sarapan. Kalau lagi flu harus makan banyak dan enak.”

Eh, Si Teteh malah senyum. Kayak nggak percaya aja nih saya mau melakukan kejahatan akademik. Padahal kan tadinya pengen ditegur, dimarahi, bahkan diseret sampai kelas (hah, lebay).


Sampai datanglah seorang, sebut saja “Bunga”.

“Dari mana? Telat nih, mau udahan.”

“Duuuuuh, ceritanya panjang.”

“Kuliah jam berapa, Ca?”

“Hemmm, jam tujuh. Eh, tapi mau kuliah jam sebelas aja deh.”

“Lho? Bolos?”

“Iya, hehe. Kuliah jam berapa?”

“Jam tujuh juga.”

“Di mana?”

“Oktagon.”

“Wah, sama. Lantai berapa?”

“Lantai dua.”

“Wah, sama. Boleh telat?”

“Boleh.”

“Wah, beda. Toleransinya lima belas menit nih. Sekarang jam berapa?”

“Udah jam tujuh.”

“Euleuh! Hayu atuh. Ini mah kumaha engke we. Kalau telat berarti jadi bolos ya. Heheh.”


Ternyata saya datang bertepatan dengan dosen masuk. Namun karena kelas sudah penuh, bangku yang kosong hanya di deretan terdepan. Ya udah sih ya.
“Baik, sekarang kita akan belajar tentang Sistem Akar…..”

Ternyata saya suka materi pagi ini. Asik. Untung ya nggak bolos ^^

Terima kasih Supertem (Superteman), telah menghindarkan saya bolos di mata kuliah Supertum (Struktur dan Perkembangan Tumbuhan).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr)

Orang Aneh

21 Maret 2010 jam 5:16


Teman SMA saya, setelah sekian juta tahun cahaya tidak bertukar kabar tadi pagi menelepon.

Lama-lama mulai garing nih! Sing krik-krik..

"Tebak-tebakan, Ca! Orang apa yang aneh???"

"Hmm.. Orang yg lagi nelepon!!!"

"Saalaaaaah!! Jawab yg bener dong!"

"Hemm.."

"Ah lama! Gimana sih, anak ITB kok mikirnya lama"

"Heee? Yaudah ah gak mau jawab!" (pundung).

"Taluk?"

"TALUK."

"Orang aneh itu orang yang ngga mau sholat. Udah disediakan surga, bidadari sama Allah. Masih weee ngga mau sholat. Tuh, kan aneh?"

"Ckckck, benar kamu, boi! Udah tobat??"

"Heheh.."

Hati-hati dengan Lima Belas Menit Anda!

Ditulis tanggal 27 Maret 2010

Rabu, 24 Maret 2010
Ba’da shalat isya, aku berkunjung ke kosan sebelah. Rencananya hanya mau mengambil barang yang dititipkan di Amal. Entah kenapa perbincangan jadi seru dan aku masih betah di kamar Amal sampai pukul sembilanan.

“Hoaaaam.. Mal, bangunin lima belas menit lagi ya!”
“Iya, sok aja kalau mau tidur.”

Sekitar lima belas menit kemudian..
“Jam berapa, Mal? Tidur lagi lima belas menit ya, masih ngantuk”
“Ho-oh”

Dalam mimpi, aku merasa ditagih tugas-tugas.
Bangun.
Hoamm.. lho kok ada di sini ya?
Jam berapa sekarang?
Tiga kurang lima belas menit.
Oke, tidur lagi lima belas menit.

Akhirnya pulang ke kosan sebelum subuh.

Sebelum kuliah, aku sempat mengerjakan resume Biokimia yang harus dikumpulkan pekan depan, resume Struktur dan Perkembangan Tumbuhan (Supertum) yang tidak akan dikumpulkan, dan satu nomor soal di laporan Perkembangan Hewan (Perwan) untuk Senin depan. Sebenarnya ingat, hari ini ada PR Supertum, ada pengumpulan makalah Biologi Sel dan Molekul (Biselmol), ada PR Biselmol, ada PR Fisiologi Tumbuhan (Fistum), dan ada presentasi PKn. PR Supertum masih menduga jawaban, makalah Biselmol (berharap) diselesaikan orang lain, PR Biselmol nggak tau (dan tidak mencari tahu) soalnya, PR Fistum lupa, dan tugas presentasi .. internet kacau dan tidak bisa cari sumber.
Berangkat kuliah dengan ringan-ringan saja, seolah sedang bebas tugas.

“Ca, PR Supertum sudah?”
“Gini bukan? Bla-bla-bla…”
“Lho, kok gitu. Kan gini… bla-bla-bla..”
“Oh ya????” Berselang beberapa detik, langsung sibuk memperbaiki jawaban.
Beres.
Hufff.. Alhamdulillah.

Pukul 8 selesai kuliah Supertum..
Makalah Biselmol belum selesai nih, pertanyaan-pertanyaannya belum dijawab. Ditargetkan pukul 10 makalah siap diprint lalu mengerjakan PR biselmol.

Ternyata oh ternyata, orang yang diberi kuasa untuk mengerjakan soal-soal di makalah biselmol sakit dan tugasnya sama sekali belum dikerjakan.
Baiklah, tarik nafas dan tetap tenang. Mari berpikir jernih. Akhirnya dilakukan pembagian tugas dengan Dini (sekelompok sama Dini di kuliah Biselmol dan PKn). Aku mengerjakan makalah, Dini mencari bahan presentasi PKn.
Setengah sebelas makalah selesai, tinggal di-print.

Sebelas kurang seperempat sudah sampai di kelas. PR biselmol belum dikerjakan. Tanya sana-sini, mempertimbangkan jawaban dari sana-sini, PR akhirnya siap dikumpulkan.
Hufff.. alhamdulillah

Kuliah Biselmol selesai pukul dua belas lewat.
Oops, masih ada PR fistum untuk dikumpulkan jam satu.
Ayo-ayo bersegera.
PR beres sebelum pukul satu.
Hufff.. alhamdulillah

Pukul dua siang sudah lewat, Ibu Dosen masih asyik menerangkan materi kuliah.
Presentasi PKn belum siap nih!

“Din, makalah buat presentasi udah disusun dalam bentuk paragraf?”
“Belum, baru dapat referensinya. Ca, aku kebagian tugas masak nih di asrama!”
Jiahhh…
Dengan kecepatan tangan dan kelihaian mata, sebagian makalah PKn (bagian lain dikerjakan orang lain dan belum ada laporan progress) disusun satu setengah jam sebelum kuliah dimulai. Canggih!! Mau ngemeng apa nanti???”

Empat kurang seperempat.
“Ayo berangkat, Din. Beresin di kelas aja, sekalian dikompil sama yang lain.”

Ngos-ngosan.
Agak panik.
Riweuh.
Tergesa-gesa.

Suara Pak Cecep terabaikan..
Kelompok delapan mana? Purbaningsih, Nisfatin, Risha.. bla-bla-bla. Siapkan materi presentasi untuk pekan depan ya. Temanya tentang Geopolitik dan Geostrategis Indonesia..
Aku dan Dini nyaris terpekik senang. Nggak jadi presentasi sekarang!!! Horee!!!
Hufff.. alhamdulillah

Hari ini benar-benar luar biasa!!
Merasa ditembak dengan ayat ini;
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (Q.S. 94 : 7).
Hanya sayang, di poin “sungguh-sungguh” jelas sangat kurang.

Keributan-keributan kecil hari ini,..
Cukup adil bagi aku yang tadi malam melalaikan tugas

Kecele Lele

Ditulis tanggal 27 Maret 2010


Ujian Tengah Semester mata kuliah Perkembangan Hewan
Soal Esai; Pembiakan KATAK.


Dengan penuh percaya diri dan keyakinan pasti benar (merasa diri sangat sangat benar), aku dengan mantap menjawab pertanyaan tersebut. Biar lebih mantap nih, pakai gambar deh. Lele betina pakai pita, lele jantan tidak pakai pita. Lele yang akan dikorbankan dibuat manyun, lele yang akan diselamatkan digambar tersenyum.
Siip, mangstab!! Lele-lele yang keren.

Selasa berikutnya..23 Maret 2010,

“Ibu heran, kok masih ada yang menuliskan hormon…(disensor). Ada juga yang menuliskan lele, padahal jelas-jelas di soalnya katak…”

Jleb..

Hasil jawaban yang telah diperiksa dibagikan…
Lele-lele itu, tampak tertawa dengan puasnya sambil berkata,
“sukurin!! Makanya jangan merasa diri paling benar!!”

Rencana Kita Belum Sesuai dengan Rencana Allah

28 Maret 2010 jam 18:58

Saat sedang duduk-duduk di koridor tempat wudlu akhwat di Salman…
Ada AM (Anak Muda/Angkatan Mujahid/Anggota Muda) MaTa’ XVI bertanya, “Di kosan Teteh ada kamar kosong nggak? Aku lagi nyari kosan nih.”
“Oh, ada satu kamar. Sebelahnya kamar sebelah Teteh. Kemarin ngobrol sama Bapak kos sih lagi nyari penghuni baru katanya.”
Kamar itu sudah sejak bulan Oktober lalu kosong. Sudah banyak yang calon penghuni yang melihat-lihat sih, tapi entah mengapa akhirnya selalu tidak jadi.
“Insya Allah setelah pembinaan MaTa’ aku mau survey deh, Teh. Asiiiiik, aku mau sekosan sama Teteh!!!!”
(Heeeeek???)
“Sip-sip, insya Allah Teteh antar.”

Sabtu, 20 Maret 2010
Menjelang pembinaan…
“Assalamu’alaikum. Teh, aku telat datang pembinaan. Lagi ada kumpul …. (lupa). Insya Allah datang menyusul. Oia Teh, nanti kita lihat-lihat kosan ya ba’da pembinaan.
“Ocheh, insya Allah Teteh bisa antar.”

Saat pertengahan pembinaan…
“Teh, aku nggak jadi datang pembinaan. Kepalaku pusing. Mau pulang dulu ke asrama. Mudah-mudahan jam 1 udah sehat, biar bisa lihat kosan.

Saat pembinaan usai…
“Jadi lihat kosan nggak, Dek? Ini Teteh mau pulang dulu”
“Teteh, aku nggak jadi lihat-lihat sekarang. Masih pusing soalnya. Lain kali aja ya, Teh.”
“Sip-sip. Syafakillah yaaaa”

Saat sampai di pintu gerbang kosan…
Kok, rame?
“Waaah, Teteh yang di kamar ini ya? Kenalkan saya Ai, anak Telkom.” Akhwat itu beserta ibu-ibu lainnya menyambut kedatangan saya.
“Kenalkan, Risha. Baru pindahan ya?”
“Iyaaaa, barang-barangnya masih banyak yang di atas. Lagi dibawain. Teteh anak ITB ya?”
(Di atas di mana? Kok naruh barang di genteng? Piye Mbak?)
“I-iya, angkatan 2008. Mari Bu, Teh. Saya masuk dulu.”

Hm.. Dek Wulan, jangan sedih ya. Ternyata ada orang yang lebih kongkret dan lebih sigap daripada kita. Beberapa langkah kita belum unggul. Akhwat itu langsung mengangkut barangnya ke mari, sementara kita masih mewacanakan survey.

Nggak apa-apa kita nggak jadi sekosan, Dek. Paling tidak hari ini kita dapat pelajaran yang sungguh berharga. Sehebat apapun manusia merencanakan, ada Tangan Allah yang menentukan.
Berbahagialah, Dek. Berarti kamu akan mendapatkan tempat lain yang lebih baik, yang lebih bisa mendekatkanmu pada Allah. Insya Allah…

Tulislah rencanamu dengan pensil dan serahkan penghapusnya pada Allah
Biarkan Dia memperbaiki dan mengganti rencanamu dengan rencana lain yang lebih indah…

Dan Aku pun membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya (Q.S. 86 : 16)

Selaput Ekstraembrio, Implantasi, dan Plasenta

21 April 2010 jam 0:09

Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". (Q.S. Maryam : 22-23)

Saya belum pernah melahirkan, tapi saya yakin bahwa melahirkan itu menyakitkan. Apa pasal? Karena semester ini saya belajar tentang perkembangan hewan. Jadi biarkan saya bercerita, sambil mengenang masa-masa indah UTS II tanggal 13 April 2010 lalu. Meskipun judul tulisan ini sedikit lucu, Anda tidak perlu khawatir. Saya usahakan tidak ada istilah-istilah aneh di sini. Mari kita bicara dengan bahasa manusia.

Anda pernah mendengar istilah “plasenta" bukan? Pada mamalia terdapat modifikasi khusus selaput ekstraembrio (selaput yang terdapat pada embrio) yang dinamakan plasenta, yaitu pertautan antara jaringan embrio dengan jaringan induk. Untuk membentuk pertautan itu, embrio harus tertanam (terimplantasi) di dalam endometrium (lapisan pada rahim). Kebayang
kan? Nah, plasenta ini memiliki banyak fungsi penting dalam melayani segala kebutuhan fisiologi janin. Plasenta berperan sebagai paru-paru (respirasi), ginjal (ekskresi), penghantar nutrisi, juga pelindung janin.

Jaringan penyusun plasenta disebut barrier plasenta yang memiliki ketebalan dan susunan komponen yang berbeda-beda. Semakin tipis suatu barrier, pertautan antara janin dengan induk semakin erat. Dampaknya, transport substansi antara janin dengan induk menjadi lebih baik dibandingkan pada barrier yang tebal. Plasenta yang paling tebal tersusun dari 3 lapisan jaringan bagian maternal dan 3 lapisan jaringan pada janin.

Siapkan "pisau dan gunting"
Mari kita "bedah" plasenta pada manusia!!!

Seperti yang telah dikemukakan, semakin tipis lapisan barrier, semakin sempurna fungsi plasenta. Pada manusia, plasenta hanya tersusun dari 3 lapisan jaringan pada janin. Tipe plasenta begini merupakan plasenta yang paling sempurna. Pada plasenta seperti ini, bagian maternal hanya terdiri dari sel-sel darah yang keluar dari pembuluh darah uterus.

Di samping itu, pertautan antara janin dengan induk pada manusia memiliki derajat yang paling tinggi. Penanaman embrio pada uterus manusia termasuk tipe invasif. Embrio terbenam cukup dalam di dalam jaringan ikat maternal. Simpelnya embrio terkubur pada jaringan ikat uterus ibunya. Pertautan yang erat ini akan mengakibatkan jaringan uterus mengelupas saat kelahiran. Bisa bayangin sakitnya ibu kita saat melahirkan?

Dibandingkan dengan manusia, embrio babi dan kuda tidak tertanam dalam pada uterus induknya tetapi kontak antara embrio dengan jaringan ikat induknya hanya terjadi pada permukaan. Saya asumsikan, proses melahirkan pada babi atau kuda tidaklah sesakit proses melahirkan pada manusia.





“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu" (Q.S. Lukman : 15).

wallahu a'lam

Jumat, 05 Maret 2010

Ikhwan muda di rumahku

Tanggal 12 September 2009 ini saya membuka usaha "jasa penyetrikaan" di rumah. Nah, pendek cerita, saya menemukan selembar baju koko yang dicurigai bukan milik anggota keluarga ini. Soalnya ukurannya seperti baju anak SD, keciiill sekali badannya.

“Maaah, ini baju siapa?”. Mamah menengok sebentar, “baju Dede.” Hah, masa sih sekecil ini? Terus baju itu dibalik. Ternyata di bagian dalam baru ketahuan kalau baju itu dikecilin dan jahitannya sungguh tidak rapi. “kok dikecilin, Mah?” lalu Mamah menjawab, “dikecilin sama Dede tuh. Kan Mamah teh nggak mau ngecilin, terus Dede malah minta diajarin pakai mesin jahit. Eh bisaeun geuning.”

Adikku kelas IX SMP. Ceritanya pengen kelihatan gagah dan sigap (namanya juga anak pramuka). Baju seragamnya (dan baju apapun) dikecilin sendiri biar pas badan dan nggak gogolombrangan (alah apa bahasa indonesianya, kedodoran). Ya, dia memang sudah bisa menjahit pakai mesin jahit sejak kelas VII, walaupun hasilnya nggak bagus-bagus amat (nggak tega bilang jelek, heuu). Paling nggak adikku nggak perlu minta bantuan Mamah jika ingin mengecilkan baju atau menjahit benda-benda kecil.

Bapak juga bisa menjahit. Kadang-kadang bikin lap juga. Jadi di keluarga saya semua orang sudah bisa menjahit

\(^o^)/

Itu memang skill sederhana, tapi nggak ada salahnya untuk dipelajari dan dikembangkan. Jadi, apakah anda tertarik belajar menjahit?

Bersilat Lidah

Suatu hari datanglah seorang tetangga yang rumahnya berjarak dua rumah dari rumah kami, Aki Beben, begitu kami memanggilnya. Beliau yang peternak kerbau menawarkan daging pada Mamah. Berhubung anak-anak kurang suka daging kerbau dan lagi ingin ngirit, Mamah menolak penawaran tersebut. Tapi nggak enak juga kalau harus menolak secara langsung, bisi Akinya tersinggung.
Akhirnya Mamah bilang,
Ki, aya letahna teu? Pesen letahna we, moal ah dagingna mah.
(Ki, ada lidahnya nggak? Pesan lidah aja, nggak ah dagingnya mah).

Aya. Iraha peryogina, Neng? Aki meuncit mundingna Sabtu (ada. Kapan perlunya? Aki menyembelih kerbaunya Sabtu), jawab si Aki.

Euleuh, Sabtu teh nyeta bade angkat. Pan lebaranna di Cibadak, kata Mamah.

Kumaha atuh nya?” si Aki tampak kebingungan.

kieu we atuh, Ki. Meuncitna mah Sabtu wae, ngan eta letahna dipayunkeun diala (gini aja, Ki. Nyembelihnya Sabtu aja, tapi lidahnya diambil duluan), kata Mamah sambil cengengesan.

Hor, kumaha maenya letahna heula diteukteuk nyah?(gimana, masa lidahnya dulu dipotong?) si Aki masih kebingungan. Beberapa lama kemudian si Aki tertawa, baru ngeh rupanya.

Ah, ieu mah ari geus ngaheureuyan aki-aki teh (ah, ini mah kalau udah ngisengin kakek-kakek teh), Ki Beben masih tertawa.

Beberapa hari kemudian Aki Beben datang lagi ke rumah.

Neng, hampura nya Aki teu bisa nedunan pamenta. Teu aya letahna mah, kaburu ku batur. Dagingna we atuh (maafin Aki nggak bisa memenuhi permintaan. Nggak ada lidah mah, keduluan orang lain. Dagingnya aja atuh), begitu katanya.

Sambil senyam-senyum penuh kemenangan Mamah menjawab, ah hoyongna oge letah, Ki.

Aki Beben akhirnya pamit sambil bilang, Engke atuh nya pami aya letah ku Aki dianteurkeun kadieu( nanti atuh ya kalau ada lidah sama Aki dianterin ke sini).

Penolakan biasanya bisa menyebabkan fraktura hepatica (patah hati).

Ritual Kembang Melati




Terkadang prioritas yang telah kita tetapkan kalah pamor sama jarkom. Bukan bermaksud protes apalagi mengeluh, hanya ingin meminta. Meminta izin, do’a, dan restu. Saya harus pulang kampung secepatnya.

Sebenarnya tidak ada hal emergency yang mengancam keselamatan nyawa, hanya hape berdering lebih sering dari biasanya dan message yang lebih intens dari sebelumnya. Intinya, “kapan pulang?”

Jum’at, 11 September 2009 aku memutuskan untuk segera kabur dari keriuhan kampus. Menuju Cibiru, keluarga Bibi yang ditinggalkan selama berminggu-minggu tanpa ada kabar aku sedang apa dan sedang di mana. Kalau tidak ada aral menghadang, besok paginya baru akan meluncur ke kampung halaman.

Biasanya kalau pulang cuma membawa tas ransel kosong. Enggak deng, paling isinya mushaf, charger hp, dompet, air minum, apalagi ya? Udah segitu. Berhubung di liburan sekarang banyak proyek yang harus diselesaikan (laporan biosistematika, genetika, kimia organik, anfiswan, dan esai analisis Ramadhan Bersama Mereka) jadi bawa banyak barang. Satu ransel berisi laptop doang (biar bisa dipangku di bus), satu ransel isinya buku-buku penuntun praktikum, baju, dan pernak-pernik lainnya. Satu lagi, tas jinjing kecil. Isinya? Apalagi kalau bukan botol kultur drosophila.

Kali ini mengambil jalur perjalanan yang tidak biasa. Alih-alih berangkat dari terminal, aku memilih untuk cari bus jurusan Cianjur dari tol Cileunyi. Berangkat dari rumah pukul 06.15 (telat 15 menit dari rencana karena terpincut baca majalah Kartini yang meliput acara kontes Miss Beautiful Morals di Saudi Arabia), tiba di tol sekitar 15 menit kemudian.

Perjalanan Bandung-Cianjur biasa-biasa saja (tidur terus sih!). Sampai di Terminal Pasirhayam yang kosong melompong pukul delapanan. Setengah jam kemudian bus menuju Sukabumi baru datang. Perjalanan Cianjur-Sukabumi juga biasa-biasa saja karena sepanjang perjalanan tidur juga. Lagipula melihat deretan bangunan di pinggir jalan tak terlalu istimewa. 

Pukul 10an turun di ABC (entahlah nama asli daerah itu apa, yang jelas kondektur bakalan teriak, “ABC.. ABC..!!”). Kenapa tidak turun di terminal? Jawabannya supaya bisa jalan kaki bernostalgia menikmati suasana kota. Jalan kaki sepanjang pertokoan, sampai akhirnya bertemu dengan pasar kaget-yang-mau-tidak-mau-harus-dilewati. Becek, sumpek, bau, terik, gerahhh, bawaan banyak, rawan copet… haus? Sangadhh.. rasanya seperti cucian yang sudah kering dan merana.

Kusarankan bagi kalian untuk tidak terlalu mempercayai supir angkot yang merayu-rayu bilang, “hayu Neng, angkat ayeuna (berangkat sekarang).” Itu bohong, Kawan. Itu Bohong!!

Hhh.. kira-kira pukul sebelas, sampai juga di Terminal Lembur Situ. Di sana sudah menunggu seorang kawan, Matematika ITB ’07. Lho, mana busnya?

Ya, di sinilah kami! Dalam suasana yang gerah abizz, bau asem, haus parah, berdesak.. duduk berdempetan di sebuah mini bus yang dalam bahasa lokal disebut elf. Dua orang mahasiswi dengan bawaan banyak bertumpuk di pangkuannya (laptop, satu tas kripik, dan kandang drosophila tentunya) asik-asik saja mengobrol tentang kuliah, da’wah, dan…**tiiiiiiit. Kami asyik mengobrol sampai rasanya 20.000 kata terlampaui.

Jika jalanan menuju Jampangkulon dianalogikan sebagai seekor ular, ular itu pastinya ular yang lincah. Meliuk ke kanan ke kiri tanpa peduli seberapa dalam curam-curam yang menganga di tepiannya. Tapi tak dapat dipungkiri, alam liar Pajampangan luar biasa indah! Daerah Sukabumi selatan yang cantik sekaligus belum terlalu terjamah polusi.

Jika kalian ingin melihat hamparan perkebunan teh, kalian bisa menemukannya di sini. Jika kalian senang memandang tanaman-tanaman pisang tumbuh menclok-menclok di padang ilalang, silakan saksikan di sini. Atau kalian ingin melihat pohon-pohon besar menyeramkan menaungi jalan? Atau bunga-bunga liar yang bersembunyi dalam rerimbunan? Atau pohon-pohon karet yang berbaris rapi? Atau conifer yang menjulang? Atau kawanan (kawanan??) singkong di berjejer di pinggir jalan? Atau kumis kucing yang malu-malu? Atau mau lihat rumpun bamboo di pinggiran jalan? Jika beruntung, kalian dapat mendengar kicauan burung-burung dan nyanyian serangga hutan, bahkan oa/lutung/apalah itu namanya yang menjerit-jerit menyapa kalian, juga ayam yang bebas berlarian berkejaran. Dulu, dulu lebih amazing daripada semua itu! Dulu, ada hutan Pasirpiring yang benar-benar hutan belantara eksotik sampai-sampai orang yang baru pertama kali melewatinya tidak menyangka kalau setelah hutan itu akan ada pedesaan dengan konsep hidup yang sudah modern. Tapi manusia-manusia yang kelaparan memakan pohon-pohonnya sampai ke akar.

Ya, lupakan Pasirpiring. Mari kembali ke jalan pulang.

Selamat datang di rumah tanpa pagar! Selamat datang di area bebas macet dan tiada internet!! Ini rumah kami, JAMPANGKULON.

Hmmm, aroma rumah sudah mulai tercium. Kami melewati SMP yang kini pahebring-hebring sama RSUD di seberangnya. Terus melewati alun-alun yang padam dari gemerlap sebuah alun-alun pada umumnya. Dan berhentilah aku di depan Kantor Polisi. Ada seseorang berhelm merah dengan motornya yang sudah menunggu di sana. Hih, lagi-lagi pakai celana pendek. Dasar bocah!! “Hayu, Teh,” sapanya riang.

Motor kami melaju menembus kenangan yang menjulang di sepanjang jalan. Mengurai satu-satu kisah kocak masa kecil. Sekolah dasarku, pohon campolehku (apa sih bahasa indonesianya).. satu belokan lagi kami akan sampai. Rumah pelangi yang selalu kurindu untuk memasukinya. Ada mama dengan dasternya tersenyum menyambut kami. Dua nenekku (keduanya mantan kembang desa) tergopoh-gopoh menyambutku juga.

Aku belum shalat dzuhur nih! Singkat cerita, aku menemui sujud pertamaku. Hmm.. sajadah wangi. Di tengah kering-kerontangnya kerongkonganku, wangi ini mengingatkanku pada teh melati. Ya Allah, lemah sekali hamba-Mu ini, ckckck.. tapi beneran wangi melati lho!! Suka deh…

Aroma melati menguap seiring dengan semakin berat kelopak mataku. Akhirnya tidur siang di ruang tengah, haha setelah sekian lama melewatkan siang di bangku laboratorium.

Singkat cerita (lagi), adzan isya berkumandang. Mama sudah duluan pergi ke masjid dan aku masih di rumah ribut mencari kunci (penyakit kambuhan ni!!).

Saat sujud pertama, hm… wangi teh melati lagi. Padahal ini bukan sajadah tadi siang. Jangan-jangan saluran respiratoriku kemasukan teh melati tanpa kusadari.. oO-ow, yaiyalah wangi melati. Wong bunganya ngagunduk gitu di depan hidung. (aku baru menyadari kehadirannya setelah salam).

Kemudian mama dengan santainya memindahkan sekuntum melati ke lingkaran pertama pada motif sajadahnya. Setelah dua rakaat selesai, mama memindahkan melati di lingkaran pertama ke lingkaran berikutnya. Begitu seterusnya, tiap dua rakaat mama memindahkan melati itu sambil senyum-senyum nakal. Aku mau coba ngetes ah, “berapa rakaat lagi , Ma?”. “Empat lagi, witir tiga,” jawab Mama sambil memperhatikan posisi terakhir melati itu.

Kalau diingat-ingat, Ramadhan tahun ini Mama lebih rajin tarawih ke masjid (sebelumnya nggak bertahan sampai bilangan hari keduapuluhan). Rupanya Mama punya teman tarawih, Bu Ati namanya. Beliaulah supplier melati itu. Mereka berdua, setiap dua rakaat tidak lupa memindahkan melati ke lingkaran berikutnya di sajadah. Ya, pekerjaan yang sangat menyenangkan, membuat lupa akan betapa ngebutnya dua rakaat tadi dan menyemangati agar melati sampai di lingkaran finish.
Jadi semakin rajin taraweh, Ramadhan Mamah akan semakin wangi . . .

OASIS

Ingin berbagi, terutama dengan teman-teman 2008. Ini hanya sepenggal gambaran umum, masih baaaaanyak hal menarik yang belum ditulis

OASIS GAMAIS ITB 2009

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya …” (At-Taubah:122)

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh..
Apa kabar ikhwah fillah? Semoga kita senantiasa berpagi hari dalam ridho-Nya dan menutup hari dengan syukur kepada-Nya.

Sedikit bercerita, ketika pertama kali ada oprek kepanitian OASIS via sms, saya sama sekali tidak berpikir untuk ikut. Saat itu saya hanya ingin peduli pada akademik setelah liburan akhir tahun tersita oleh diklat PROKM. Sampai akhirnya, datanglah saudara karib saya, korwat acara OASIS waktu itu, menawarkan pengalihan amanahnya sebagai korwat karena beliau sedang osjur. Hm… dasar tidak tegaan, saya sih iya-iya ajah. Lagi pula kondisi akademik di biologi sedang damai-damainya (pada akhirnya saya sadar itu adalah perkiraan yang salah.. -_-).

Ya, karier sebagai korwat acara pun dimulai. Sms jarkom mulai datang. Saya ingat, syuro’ koordinasi OASIS yang pertama kali saya ikuti adalah syuro’ bersama MSDA. Saya waktu itu culang-cileung karena peserta syuro’ mayoritas kakak-kakak MSDA sedangkan panitia 2008 hanya hadir beberapa (akhwat 2008 saya sendiri). Parahnya lagi, waktu itu saya ditanya tentang acara. Lalu dengan jujur saya jawab belum tahu apa-apa. Hm… sangatlah menyedihkan jika Anda menjadi orang yang paling tidak tahu apa-apa mengenai divisi Anda sendiri.

Dalam keberlangsungan acara, saya akui ada beberapa panitia yang tidak bisa terus-menerus hadir dalam kegiatan OASIS (ehm, kalimatnya seharusnya : ada beberapa orang yang terus-menerus tidak bisa hadir dalam kegiatan OASIS). Tapi mereka membantu di belakang layar, kok! Ada yang membuat TOR, ada yang bantu menjarkom, ada juga yang “meminjamkan” telinga untuk mendengar cerita keberlangsungan acara ^^

Saat itu, saya sendiri adalah mahasiswa ITB yang bekerja part time sebagai panitia OASIS. Padahal waktu KIT, saya adalah Bendahara yang nyambi sebagai mahasiswa ITB. Lho??? Adalah konsekuensi logis, ketika Antum punya dua amanah, bukan berarti membagi perhatian menjadi 50% untuk setiap amanah, tetapi jadilah 200% kamu yang menyempurnakan 100% dalam setiap amanah. Memang susaaaaaaah, Kawan! Kita masih harus banyak belajar.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (Q.S. 94:7)

Saya pikir, penting juga sih jika dalam suatu kepanitiaan ada tim yang mengontrol kondisi ukhuwah dan ruhiyah panitia, tidak hanya mengontrol kegiatannya. Kalimat bagus yang pernah saya dengar, ukhuwah akan terbentuk secara otomatis ketika kita sedang menuju ke arah yang sama (menuju ridho Allah) karena sejatinya ukhuwah itu adalah segitiga antara aku-kamu-dan Dia. Kita panitia, boleh dong mendapat bonus berupa suksesnya acara, sedangkan ukhuwah yang kuat dan semangat peningkatan ruhiyah adalah target wajibnya.

Kata teman-teman panitia saat evaluasi, acara biasa-biasa sahaja. Iya juga. Ada sih ada ide yang unik, tapi seringkali terbentur masalah SDM, dana, dan waktu yang mendesak. Seperti ungkapan, ide tercetus di kosan, diolah di angkot, dan pupus di kortim. Dalam konsep acara, pernah beberapa kali kita bermanuver mengubah konsep secara mendadak. Namun beruntung sekali, rencana kita sesuai dengan rencana Allah sehingga alhamdulillah acara berjalan juga.

Berikut ini rangkaian pembinaan yang dikemas satu paket dalam OASIS 2009 :
Pembukaan  Pengenalan Gamais
Pembinaan 1  Interaksi dengan Al-Quran
Training  Komunikasi Efektif dan Enterpreneurship
Acara angkatan 2009
Rihlah ke Dago Pakar
Temu Tokoh Kampus  Menggapai Impian dalam Perspektif Islam
Ta’lim  Cara Hidup Sehat ala Rasulullah
Pelantikan Kader Muda 2009
Pelantikan susulan

Alhamdulillah rangkaian acara OASIS telah selesai, namun da’wah kita baru berakhir ketika kita sudah yakin akan menjejakkan kaki di surga. Tidak berarti ukhuwah kita cukup sampai di sini. Tidak akan pernah ada kata “mantan saudara”, kan?

Kata-kata mutiara dari DKT II, jalan perjuangan sudah biasa sepi, tidak pernah ramai oleh hiruk-pikuk banyak orang. Di tengah turbulensi suatu lingkungan, seleksi alam adalah keniscayaan: yang kuat dan mampu beradaptasi dengan cepat akan bertahan dan yang lemah, kurang pendirian, dengan sendirinya akan tertinggal. Acara OASIS ini secuplik akhir dari episode awal karir da’wah adik-adik kita di kampus. Mari jaga adik-adik kita, kader muda Gamais 2009. Jika nanti kita ditanya, “Mana kader-kadermu?” Kita dengan mantap menjawab, “Di sini, mereka dalam barisan kokoh da’wah ini”.

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (Q.S. Muhammad : 7)

Siapa tahu, siapa tahu, di padang ini lebih banyak unta merah yang bisa kita dapatkan.

Siapa tahu, siapa tahu, mereka yang akan menegakkan kalimat Allah di bumi Ganesha sehingga tidak ada kalimat lain selain-Nya

Jika hikmah yang didapat dari OASIS ditulis semuanya, rasanya dua-tiga buku tidak akan cukup. Sms tausyiah, jarkom, taujih, cerita… semua tentang OASIS adalah hikmah. Menyiapkan pembinaan untuk orang lain pada hakikatnya adalah melakukan pembinaan untuk diri kita. Adikku di rumah memang cuma satu, tapi di sini, di Gamais terutama OASIS ini saya dapat ratusan adik dan banyak kakak.

Ini ada sepotong hikmah yang dikutip dari “Things Fall Apart” Chinua Achebe, novel yang berkisah tentang ekspansi para misionaris Kristen ke pedalaman Afrika. Kalau ada yang tertarik membaca, silakan cari di toko buku terdekat atau pinjam punya saya. ^^

“…Seorang lelaki yang mengundang sanak saudaranya ke pesta tidak melakukannya untuk menyelamatkan mereka dari kelaparan. Mereka semua punya makanan di rumah masing-masing. Ketika kita berkumpul bersama di tengah tanah desa yang diterangi sinar bulan, itu bukan karena bulan. Setiap orang bisa melihat bulan di pekarangannya sendiri. Kita berkumpul bersama karena adalah baik bagi sanak keluarga untuk melakukannya. ..(skip). “..aku hanya punya sedikit waktu untuk hidup dan begitu juga Uchendu, Unachukwu, dan Emefo. Namun aku mengkhawatirkan kalian orang-orang muda karena kalian tidak mengerti betapa kuat ikatan kekeluargaan ini. Kalian tidak tahu apa artinya bicara dengan satu suara. ..(skip). Dia menoleh lagi ke arah Okonkwo dan berkata, “Terima kasih karena mengumpulkan kita semua.”

Kita tidak berdoa untuk memiliki lebih banyak uang tetapi untuk memiliki lebih banyak saudara. Kita lebih baik dibanding binatang karena kita memiliki saudara. Binatang menggosokkan punggungnya yang gatal ke sebatang pohon, manusia meminta saudaranya untuk menggaruk.



Yang benar datangnya dari Allah, yang salah semata kekurangan saya.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Antara OASIS dan Biosis

Rasanya mencari hubungan antara OASIS dengan Biosis adalah sama halnya seperti mencari hubungan antara asetilkolinastre dengan asteraceae, atau mencari hubungan kekerabatan antara cicak dengan becak. Seperti tidak ada hubungan padahal sebenarnya kalau disambung-sambungin dengan memaksa, ya ada juga kaitannya.

OASIS adalah rangkaian pembinaan keislaman untuk kader muda Gamais, yang secara tidak langsung merupakan sarana pembinaan juga bagi para panitianya. Adapun biosis (biosistematika) merupakan mata kuliah (pembinaan keilmuan) untuk para mahasiswa biologi tingkat II (atau tingkat III) yang juga menjadi wadah pembinaan untuk para asistennya.

OASIS, sesuai dengan namanya (Olah Ukhuwah Keluarga Mahasiswa Islam) memang tali yang dirancang untuk mengeratkan ikatan ukhuwah para kader Gamais. Biosis adalah mata kuliah yang bisa mewujudkan kekompakan satu angkatan dan memperkuat suasana kerja sama tim. Soalnya dalam praktikum memang dibagi menjadi kelompok kecil beranggotakan rata-rata lima orang yang harus bekerja dalam satu meja selama satu semester.

OASIS adalah proyek besar yang harus dijalankan sesempurna mungkin. Proyek “Unta Merah” gitu loh. Biosis juga merupakan tugas besar dalam semester ini yang mesti diselesaikan sebaik mungkin, mengingat porsi sks yang cukup besar yaitu 4 sks.

Puncak pembinaan OASIS adalah pelantikan Kader Muda sedangkan puncak praktikum biosis adalah kuliah lapangan besar. Keduanya sama-sama dilaksanakan di luar kampus dengan begitu banyak hal yang harus dipersiapkan. Terus pas akhirnya, harus bikin laporan deh -_-

Untuk menjalankan program OASIS, ide saja tidak cukup. Ukhuwah dan ruhiyah panitia mutlak penting. Pun dalam menikmati biosis, ide dan konsep yang dipelajari di kelas tidaklah cukup. Ukhuwah perlu, kalau ruhiyah sih memang diperlukan dalam setiap pekerjaan. Tugas kelompok bisa-bisa tidak selesai kalau koordinasi berantakan.
Baik di OASIS maupun biosis, sama-sama diperlukan profesionalitas. Masing-masing anggota tim harus menyelesaikan tugasnya dengan baik, kecuali ada pengalihan tugas yang dilaksanakan secara jelas.

Di OASIS, kita mendapatkan banyak hikmah dari rangkaian acara. Dari biosis juga bisa didapat banyak hikmah kalau jeli, terutama pembelajaran dari alam. Di OASIS kita mendapat banyak adik dan kakak, pun di biosis kita mendapat banyak kakak dan ibu bapak (asisten dan dosen maksudnya).

Kesimpulannya adalah OASIS maupun biosis, amanah di organisasi ataupun amanah kuliah, sama-sama bernilai da’wah. Jadikan keduanya melesat bersama-sama, tidak ada yang tertinggal atau ditinggalkan. Jadikan keduanya saling mendukung, menjadi dua kaki yang saling mengokohkan, bukan menjatuhkan.

Jika para mujahid ITB adalah orang-orang yang mampu bersinar baik di Ganesha 7 maupun di Ganesha 10, tidak hanya cakap di Koridor timur tapi juga berjaya di GKU timur. Ini bukan tuntutan kok (tapi paksaan. Lho??) melainkan amunisi biar selalu semangat. …Karena semua kader dikaruniai kemampuan yang brilian! Percaya deh!

Biarpun IP bukan segalanya, tapi segalanya mungkin berawal dari IP. Sepakat?
So, berapa target IPK semester ini?????

Sukabumi, 16 Januari 2010

Bams dan Bunga

Oleh-oleh dari Institut Pertanian Bogor, 28 Februari 2010

Ini benda terkonyol yang berada di kamar saya!
Tapi jangan salah, benda ini lebih ampuhhh-puh-puh daripada sekantong seblak dalam meredakan emosi jiwa (naon sih!).

Silakan tekan tombol ‘on’ dan nikmati pertunjukan konyol abad ini; boneka bunga yang bisa berjoget seiring nyanyian music. Aiaiaiai…aiaiaiai..
Lucu, lucu, parah!!

Nisfatin Mahardini saja sampai tertawa terguling-guling. Terus ketawa, teruuuuus aja ketawa, terus deh ketawa…

Ilang deh stressnya.
Ilang deh cap capeknya.
Lupa deh jenuhnya.
Lupa deh betenya.
Lupa juga tugas presentasinya.
Yaaah, ini mah udah jadi rumus. Dini atau Lintang tuh nginep di kosan cuma pindah tidur.

Satu lagi piaraan saya! Horta bernama “Bams”. Plis nggak usah ada yang ngomen tentang nama ini!

Makhluk jenis apakah itu?
Makhluk yang kepalanya terbuat dari serutan kayu, berbaju daerah dengan motif batik, yang ditempatkan dalam kotak kardus dengan bagian depan transparan, dengan secarik kertas terselip di dalamnya.

How to Grow; ceritanya ini boneka yang bisa tumbuh rambut. Di atas kepalanya terdapat benih-benih rerumputan yang jika disiram akan tumbuh. Kek rambut dicat ijo gitu lah.

Jadi ada dua pilihan; membiarkan Bams tetap botak atau menumbuhkan rambutnya.
Sempat memilih Bams tetap botak sih, soalnya khawatir jadi busuk kalau kepalanya disiram air. Tapi rasa ingin tahu mendorongku mengambil risiko.

Hari kedua setelah Bams tiba di Bandung, bulat tekad saya untuk merendam kepalanya dalam air. Hmm.. pake konsep perkecambahan tumbuhan ni!!
Menurut kertas petunjuk, rambut Bams akan tumbuh setelah sekitar seminggu.


Hari itu saya pulang dengan perasaan hampa. Siang tadi sakit hati saya tersandung dua ujian. Saat masuk kamar, mata ini berbinar kembali saat melihat Bams.. SUDAH TUMBUH RAMBUT!!! Yeyeyeyeyeye.. cepat sekali, padahal baru hari ketiga setelah imbibisi. Rambutnya lencang depan gitu deh, eh lencang atas ding! Panjangnya setengah senti-an lah.

Keesokan harinya, rambut Bams semakin tinggi. Lucu. Hehe..

Dan hari ini, rambut Bams telah mencapai lima senti-an tingginya! Berhubung dia kepalanya kanan dan fitrahnya si rumput jenis “itu” tumbuh tegak lurus menuju langit, kalau kepala Bams ditegakkan rambut-rambutnya malah miring ke kiri. Mau menyerupai poni lempar namun tidak sempurna. Saat kepala Bams miring ke kiri, rumputnya tumbuh miring kanan. Ya udah deh, suka-suka kalian!



Saya tidak tahu kapan rumput-rumput itu akan mati. Mungkin lima bulan lagi, mungkin seminggu lagi, mungkin besok, atau mungkin juga setelah saya selesai menulis cerita ini.


Biarin, biarin saja kalau Bams nanti botak lagi. Toh awalnya juga dia botak. Jadi apa bedanya botak dia dulu dan botak dia nanti, sama-sama botak kan?











***************************
Nggak usah ada rasa kehilangan..
Toh dulu "ITU" nggak ada

Apa bedanya "ITU" dulu nggak ada sama sekarang "ITU" nggak

Rabu, 10 Februari 2010

ada ide nabrak-nabrak pengen ditulis

18 Januari 2010 jam 12:04

Puisi I
(Untuk saudara-saudaraku, mari upayakan pembinaan terbaik untuk adik-adik kita ^^)

Aku ada beberapa untuk mereka,
Potongan sapa yang boleh dirangkai jadi manik kaca
Juga ada beberapa warna-warni tawa
Yang boleh dipilin jadi tali sutra
Tolong kamu sempurnakan liontinnya
Boleh dari do’a ataupun canda
Nanti kita hadiahkan bersama-sama


Puisi II
(Terinsiprasi dari kuliah lapangan biosistematika di tujuh ekosistem Pangandaran)

Setelah cukup panjang menelisik padang lalang
Dan menyisihkan jejak karang
Aku hanya sedikit paham tentang estuari di hadapan kita
Kesamaan macam apa yang perlu kita upayakan
Agar kita tetap dua arus namun satu rasa

Puisi III
(Muhasabah semester tiga)

Bagaimana dengan jelaga yang menggigiti hati
Setelah koyak sebelah langkah
masih lengah juga melenggang di luar gelanggang
Meski telah patah bahkan belum sempat diasah
Tak akan menyerah walau lemah
Tuhan…aku tak ingin rugi
dalam perdagangan ini

Puisi IV
(Untuk saudara-saudariku yang milad)

Tiupan lilin keberapa yang kau perlukan
Untuk membawamu pada kesadaran
Ada ujung dari setiap awal

Rapat itu Menyenangkan

20 Januari 2010 jam 15:00


Rapat itu Menyenangkan



Dimulai dengan basmalah, agar niat lurus karena Allah
Selanjutnya tilawah, agar majelisnya menjadi berkah

Kemudian bertukar kabar, jadi suasana semakin segar
Kadang berbagi sekilas cerita, jadi semakin merasa keluarga

Pemimpin bersila di antara kubu perempuan dan laki-laki
dipasang hijab untuk menjaga hati

Di tengah diskusi, biasa diedarkan konsumsi
Namanya adalah konsekuensi, untuk yang terlambat datang tadi

Agenda rapat telah dipersiapkan, biar waktu terefektifkan
Semua peserta saling menghormati, kritik saran dihargai

Semua agenda telah selesai, sebentar lagi rapatnya usai
Mari tutup dengan hamdalah dan do'a, semoga diampuni segala dosa







*Satu di antara rapat yang menyenangkan itu bernama
Syuro' DIvisi Pembinaan Anggota Majelis Ta'lim Salman ITB :-D

Aku di Sampingmu, Teman..

26 Januari 2010 jam 10:59

Teman,
aku datang padamu bukan untuk membawakan kemenangan
tidak juga aku datang untuk menjamin keberhasilan

aku datang kemari dengan membawa kamera
untuk mengabadikan senyum sumringahmu di panggung sana
sambil mengangkat piala juara satu
dan dari atas panggung kau senyum padaku

Aku hanya bisa membagi sedikit air mineral di tengah hausmu
atau hanya bisa mengusap pundakmu berharap meredakan grogimu

tapi kau harus tahu
aku ke sini pakai ongkos dari uang jajanku
juga aku meninggalkan adik-adik kecilku

Bersungguh-sungguhlah!!

karena dialog telah disiapkan
juga kostum telah disempurnakan
dan tanda peserta pantang ditanggalkan

Bersiaplah!!

Kau peserta pertama kontes ini
dan akan memukau semua orang di sini
ruangan ini akan bercahaya
karena kau bintang paling terang yang akan berjaya


Diari-Q "Seri : Haru Biru Payung Ungu"

28 Januari 2010 jam 4:23

Payung saya ketinggalan di lab saat zaman-zamannya presentasi proyek anatomi fisiologi hewan. Hiks.. Padahal saya suka payung itu.
Jadilah sejak saat itu tidak punya payung. Kalau pulang hujan, kehujanan. kalau panas, kepanasan. kalau lapar, kelaparan. 

*******************************************************
Suatu hari saat pulang ke rumah (ke Sukabumi), Mamah nanya :
Mamah : "Teh, gaduh payung teu?" (Teh, punya payung nggak?)
Saya : "Gaduh kapungkur mah, pek teh ical, kakantun di lab" (punya dulu mah, lalu hilang, ketinggalan di lab)
Mamah : "Naha atuh diical??" (Kenapa atuh dijual??)

*Hoo, apakah Anda yang tidak bisa Basa Sunda jadi bingung?
ical = hilang
diical = dijual

Mamah : "Mamah gaduh payung, saeeeee teh. Hoyong alim? (Mamah punya payung, baguuuuuus teh. Mau nggak?)
Saya : "Mana, ningali heula payungna" (mana, lihat dulu payungnya)
Mamah : Antosan nya, dicandak heula. Meserna ti Kampung Cina. Lucu geura (Tunggu ya, dibawa dulu. Belinya dari Kampung Cina. Cantik deh)

*Lucu dalam Basa Sunda artinya bagus.
Misal : Kembang ros nu dipelak di buruan teh lucu pisan katembongna (Bunga mawar yang ditanam di pekarangan bagus sekali kelihatannya)

Saya : (Hm.. dari Kampung Cina? Apakah..?)

******************************************************
Hari ini di Bandung hujan. Seorang akhwat tampak memakai payung ungu seungu-ungunya, dengan renda emas di pinggirannya.

******************************************************
"Punten, ada yang bawa payung? Saya mau pinjam", tanya seorang akhwat pada kami. 
"Ada, saya bawa. Boleh kalau mau pinjam", kata teman saya.
"Yang mana, ya?" Tanya akhwat tadi sambil melihat-lihat ke arah jajaran payung.
"Yang biru muda kotak-kotak, sebelah sana," ujar teman saya sambil mengarahkan telunjuknya ke payung yang dimaksud.
Sang akhwat tampaknya masih kebingungan..
"Punyaku aja, yang warna ungu."
"Oh, yang pinggirannya emas?"
"I-iyya."
"Iya deh, terima kasih. Saya pinjam payungnya ya."
"Silakan."


Canggih!! Payung ungu seungu-ungunya, dengan renda emas pada pinggirannya memang benar-benar eyecatching! Itulah kelebihan payung saya (haha), paling terang benderang di antara payung lain. Benar-benar mempermudah identifikasi walau dari jarak sekitar 10 meter.


....
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah : 216).


*Terima kasih, Mamah. Payungnya benar-benar cantik ^_^

Oleh-oleh DP2Q ; "Dua Hari tanpa Jarum Pentul"

01 Februari 2010 jam 20:45

Bismillahirrahmaanirrahiim.,
Sedikit oleh-oleh dari DP2Q (Dauroh Pembinaan Pejuang Quran), 29-31 Januari 2010


Kalau Anda seorang muslimah yang suka memakai kerudung segitiga dan merasa memerlukan jarum pentul untuk membuat kerudung Anda selalu rapi, pastikan Anda selalu membawa cadangan jarum pentul dalam tas. Apalagi jika Anda pergi dari rumah/kosan/asrama Anda untuk beberapa hari untuk mengikuti kegiatan yang membutuhkan kesigapan, jarum pentul saya rasa akan cukup menunjang kenyamanan dan keamanan.

Di hari kedua DP2Q, sepasang jarum pentul saya raib di depan mata, jatuh saat berwudhu. Huuuu, nggak bawa cadangan nih! Kebiasaan

Mungkin Anda berpikir, apalah arti sepasang jarum pentul? dan saya juga pada awalnya berpikiran seperti itu. Jarum kecil dan pendek yang pada ujungnya di-pentul-i semacam mutiara imitasi warna-warni, dengan harga selusin tidak lebih dari harga seporsi nasi putih, sekilas tidak memberikan kontribusi besar bagi dunia..
Namun, marilah Anda dan saya menjadi saksi, hal-hal yang akan terjadi ketika selembar jilbab kehilangan sepasang jarum pentul!

Hampir setiap lima menit sekali saya harus membetulkan kerudung, padahal medan dauroh membutuhkan mobilitas yang sigap. Kalau saya lalai, kerudung saya akan mengalami kemajuan dan bisa sampai menutupi pandangan. Apalagi ketika sujud dalam shalat, kerudung saya akan semakin maju tak gentar. Begitulah, minimal lima kali dalam sehari itu kerudung harus dibongkar pasang. Fiuh, betapa sangat merepotkan..

...yang saya pikirkan dari kehilangan jarum pentul itu, benda sekecil itu ternyata cukup krusial, meskipun kadang manfaatnya baru bisa disadari setelah ia tiada. Manusia telah diciptakan oleh Allah dengan kesempurnaannya, selayaknya dengan kesempurnaannya itu manusia menjadi makhluk yang menebarkan banyak manfaat di muka bumi ini.

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. 3 : 191)

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (Q.S. 95 : 4)

Segala sesuatu memiliki perannya tersendiri, sekecil apapun peran tersebut. Ketika peran kecil tersebut tidak terlaksanakan, bisa jadi.. bisa jadi dampak yang muncul adalah bencana besar.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Q.S. 8 : 27)

Wallahu a'lam

Mari kita kuliah. Meskipun lebih nyaman pulang ke rumah

02 Februari 2010 jam 17:56

Bismillahirrahmaanirrahiim

Hujan ini terlalu deras untuk dihadapi sepayung berdua
Apalagi dengan tas besar yang minta diprioritaskan
sedangkan payung tidak cukup melindungi meski untuk sendiri saja
Tapi mundur bukanlah pilihan, mari tetap berjalan!

Dan waktu sudah menunjukkan pukul satu siang kurang
Sementara labtek biru masih jauh di ujung dunia sana
Tangga double helix terbayang menjulang
Kita masih tergopoh-gopoh di gerbang Ganesha

Air hujan sudah tembus sampai ke sepatu
Dan kaos kaki sudah basah setiap benangnya
Pun begitu dengan kerudung, rok dan baju,
Tapi kok kita malah tertawa-tawa ya?

Mari kita kuliah !!!
Meskipun lebih nyaman pulang ke rumah

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S. At-Taubah : 41)

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (Q.S. At-Taubah : 38)

Tentang SMS yang Luput Saya Balas

4 Februari 2010
21:30



SMS-SMS yang pernah Anda kirimkan itu, kadang saya tidak punya alasan kenapa tidak membalasnya.
Saya tidak minta dimaklumi dan memaksa dimengerti, tapi dengan sangat...mohon dimaafkan..


Begini, jika ada seorang teman SMA yang mengirim SMS sekadar berisi pesan : “Pakabar ni? Ke mana aja atuh, sibuk ya?”, saya kadang masih tak paham bahwa teman tersebut mungkin membawa selaksa kangen dan mengharapkan respon saya, namun saya angkuh mematahkan harapan itu dengan mengabaikannya.

Beberapa hari kemudian SMS itu saya balas..
Krik-krik, tidak ada jawaban. Yasudahlah, topiknya memang sudah tidak asik untuk dibahas.

Sering ada teman yang meminta nomor handphone seseorang, namun saya malas untuk bersegera mengirimnya. Padahal saya tidak tahu, mungkin teman tersebut telah memberikan prasangka baiknya bahwa saya adalah orang yang paling tepat untuk diminta tolong. Padahal saya tidak menyadari betapa mungkin pentingnya nomor handphone itu bagi teman tersebut. Kemudian saya membalasnya berminggu-minggu kemudian, dan tidak salah jika teman saya ngomel-ngomel.

Ketika ada teman yang SMS : “Cha, aku ke kosan kamu ya sekarang” dan saya tidak membalasnya karena berpikir kalau mau datang ya datang aja. Padahal teman tersebut sedang dalam keraguan, apakah dia diperbolehkan datang saat itu? Lalu dia pun tidak jadi datang karena malam sudah larut.

Mungkin saya menganggap kurang penting SMS seorang teman yang menanyakan naik angkot apa ke Ciburial, lalu saya membalasnya beberapa jam kemudian. Saya tidak tahu, sangatlah mungkin teman tersebut sudah nyasar sampai Ciroyom.

Kadang saya mengabaikan SMS teman yang menanyakan kelas kuliah. Saya tidak tahu, mungkin teman tersebut saat itu tengah berlari-lari antar GKU Barat dan GKU timur. Ketika teman tersebut sudah sampai di kelas dengan napas ngos-ngosan, saya baru buka inbox HP. Dengan merasa bersalah menjawab, “kelasnya di sini lho.” Ahh, sungguh berita basi.

Ada jarkom yang dikirim oleh seseorang yang sangat berharap kita meluangkan waktu untuk konfirmasi dan memenuhi undangannya. Lalu saya dengan sok sibuk malah tak acuh. Saya tidak tahu, betapa laskar konsumsi mereka akan kebingungan mementukan jumlah makanan yang akan dipesan.

Beberapa kali ada undangan rapat dan saya tidak ada merespon. Saya tidak tahu, Mungkin mas’ul menunggu sendirian di kortim, sudah berlembar-lembar tilawahnya, tapi stafnya tak ada yang datang dan tak tahu kemana rimbanya.

***
Barangkali kasusnya kira-kira sama seperti ini : Anda berpapasan dengan seorang teman dan Anda menyapanya dengan senyuman terbaik. Sayangnya teman tersebut hanya menengok sekilas dan melenggang bersama angin.

Duh..
Saya sendiri pernah merasakan, bahwa diam itu seperti hukuman yang paling menyakitkan.

Apa salah pengirim SMS itu?
Apa sih sibuknya seorang saya???
Bukankah saya pada kenyataannya selalu punya waktu luang yang sering saya hamburkan untuk haha-hihi yang justru tidak penting???

Saya harus memaksa jujur pada diri sendiri, dan jawabannya adalah.. seringkali saya MALAS dan KURANG PEDULI untuk bersegera membalas SMS. Karena tertunda beberapa lama, akhirnya sudah bisa ditebak.. lupa deh -_- dan pas ingat, momennya sudah berlalu T_T
Sok kalau ada yang mau marah atau protes, silakan!

Pesan-pesan itu mungkin tidak memberikan kontribusi yang besar bagi kelangsungan hidup saya. Tapi bisa jadi kelangsungan hidup seseorang dipengaruhi oleh balasan saya.


***
Oh ya, sepertinya perlu teman-teman ketahui, pada beberapa kondisi berikut saya bisa jadi sengaja tidak membalas SMS.

Saat tidur (ya iya lah). Saran saya, SMS lah sebelum pukul 21.00 WIB
Halaqah pekanan.
Praktikum (Senin pukul 08.00-12.00, Rabu pukul 14.00-17.00, dan Jum’at pukul 07.30-11.30)
Saat tidak punya pulsa (hehe) dan HP mati

Sementara itu dulu jam “terlarang” nya.

***
Sekarang saya berkesimpulan : Bersegeralah membalas SMS jika dengan membalasnya keadaan akan menjadi lebih baik dibandingkan tidak dibalas.


"mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (Q.S. Al-Mu'minuun : 61)

wallahu a'lam

Kuliah online

16 Januari 2010

Seharian ini, mulai dari sekitar pukul delapan saya menyalakan televisi. Acara pertama yang saya tonton adalah film kartun “Troys” (bener ngga sih judulnya?). Karena nontonnya di pengujung cerita, nilai yang saya tangkap adalah keberanian melawan kejahatan meskipun kemampuan kita sekilas tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan si tokoh jahat. Si ikan kecil (siapa namamu, Nak?) berhasil mengalahkan hiu besar bukan dengan kekuatan otot, tapi dengan kecerdikan dan kelihaiannya dalam bersiasat. Tapi ini kartun kok ada romanceu-romanceu cinta-cintaan ala orang dewasa ya? 

Sambil menunggu pariwara selesai, channel tv bergulir dari satu nomor ke nomor lain. Di stasiun TV lain ada acara demo, seru! Demo masak. Mereka sedang memasak makanan rendah kolestrol, hemm nyammm.. lumayan nih, jadi ikutan masak tapi cuma di kepala.

Jam dinding terus berputar (jarumnya yang berputar), acara tv semakin beragam. Karena di rumah sendiri, jadilah saya penguasa remote tv, haaaa. Ada acara wisata kuliner bertema nasi dan kecap, nyammmm.. pindah channel, ada acara petualang ke Pantai Karangbolong, Pelabuhan Ratu. Serasa ada di sana, soalnya emang nggak jauh-jauh banget dari rumah. Terus ada acara musik yang butuh penanganan petugas kebersihan, banyak sampahnya sih. Ada juga sinetron Indonesia yang.. hmm tak cukup untuk mengalihkan duniaku lah. Pindah lagi.. Wohooo, ada juga ternyata acara gossip siang-siang begini. Jadi tahu, artis-artis kita sedang krisis bahan sandang rupanya. Pindah, pindah! Lalu saya pun pindah duduk, pindah channel lagi maksudnya.

Remote diputar-putar, eh nemu acara wisata meliput rumah-rumah unik. Ada rumah perahu yang kerenzzzz, ada rumah berdinding kaca yang so swit, ada rumah bergaya India banget. Inspiratif lah! Pas iklan, putar channel lagi, ada acara Oprah Winfrey tentang cara membenahi ruang keluarga dan menata hasil karya anak-anak, hohoho. Pelajaran penting nih, menyumbangkan barang-barang ternyata menjadi solusi untuk rumah yang berantakan. Iklan lagi, pindah lagi.. Eh, ada Ninja Warrior! Waaa… jagoan yaaa, sayangnya banyak yang pakai celana di atas lutut >,<. Ternyata ada peserta yang sampai mencoba sebelas kali! Wuihhh..

Nah lho, itu sinetron yang tadi pagi kok masih belum tamat? Kalau acara gosipnya sih udah beresan, tapi ada lagi acara gossip yang lain di stasiun tv yang lain. Weleh-weleh.. Cari acara yang lain lah. Wah, Al-El-Dul lagi main paralayang nih! Boleh dong kite-kite nyoba terbang juga. Terus, terus, mereka main motorcross! Ah, sirik deh.

Wah, jamnya siaran berita nih! Ada berita apa ya? Pengen dong lihat berita tentang pembangunan di Indonesia, masa kita dicekokin berita buruk wae? Eh ada, mobil irit bensin! Satu liter untuk seribu kilometer, karya anak-anak teknik di Surabaya sana. Hooi, Bandung! Mana gigimu? Ayo tunjukkan karyamu :-D

Ini beneran nih, sesiang bersama televisi. Acara selanjutnya, kontes penyanyi cilik Indonesia. Lho, lho, kok saya tidak menemukan lagu “Balonku” atau “Pelangi-pelangi” ya di sini? Yang ada malah lagu-lagu orang dewasa dinyanyiin sambil jingkrak-jingkrak gitu. Hati-hati dong, Dek! Nanti jatuh, lho! Mendingan nari ala kupu-kupu atau kelinci aja, kan lutchuw! Euleh-euleuh, lagu-lagunya juga dipaksain biar kayak lagu cinta buat mamah atau teman-teman.

Eh, eh, mamah sama kakak-kakakmu kok adem-adem aja ya, meskipun bajumu itu.. Aduuuh malu atuh! Anak perempuan cantik kayak kamu jangan pake rok pendek-pendek gitu, nanti ada yang “naksir” sebelum waktunya. Ooh, pantess. Orang kakak perempuanmu bajunya juga gitu. Emangnya nggak takut masuk angin ya, Mbak?
Dunia, oh, dunia..

Hoamm.. ngantuk. Nonton tivi emang melenakan, bisa sampai lupa kerjaan. Saya aja, tadinya mau nerusin menjahit rok, eh nggak jadi deh. Habisnya cuma mau beranjak pas semua stasiun tivi menayangkan iklan. Mandi aja ditunda-tunda sampai diteriakin Mamah sama adik. Makan juga kalau nggak lapar ya dilewat. Kalau lagi nggak halangan, bisa-bisa sholat dilalaikan nih!

Emm… Nanti anak-anakku gimana ya????
Jangan jauh-jauh deh, anak-anak ibuku dan ibu-ibu yang lain gimana ya? Dari kecil sudah di-babysitter-i televisi. Kalau tayangannya edukatif sih mending. Mau dibentuk kayak apa jundi-jundi kita?

Tivi tuh kayak senjata, bener nggak sih? Bisa dipakai buat membabat musuh, bisa juga dipakai buat bunuh diri atau menghabisi jagoan-jagoan baik.
Udah ah, matiin tivinya. Mau tidur siang, mumpung liburan ^^
Klik.

Ini sebenernya evaluasi divisi acara OASIS lho!

18 Januari 2010 jam 11:50

Ingin berbagi, terutama dengan teman-teman 2008. Ini hanya sepenggal episode, masih baaaaanyak hal menarik yang nggak dipublikasi…

OASIS GAMAIS ITB 2009

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya …” (At-Taubah:122)

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh..

Apa kabar ikhwah fillah? Semoga kita senantiasa berpagi hari dalam ridho-Nya dan menutup hari dengan syukur kepada-Nya.

Sedikit bercerita, ketika pertama kali ada oprek kepanitian OASIS via sms, saya sama sekali tidak berpikir untuk ikut. Saat itu saya hanya ingin peduli pada akademik setelah liburan akhir tahun tersita oleh diklat PROKM. Sampai akhirnya, datanglah saudara karib saya, korwat acara OASIS waktu itu, menawarkan pengalihan amanahnya sebagai korwat karena beliau sedang osjur. Hm… dasar tidak tegaan, saya sih iya-iya ajah. Lagi pula kondisi akademik di biologi sedang damai-damainya (pada akhirnya saya sadar itu adalah perkiraan yang salah.. -_-).

Ya, karier sebagai korwat acara pun dimulai. Sms jarkom mulai datang. Saya ingat, syuro’ koordinasi OASIS yang pertama kali saya ikuti adalah syuro’ bersama MSDA. Saya waktu itu culang-cileung karena peserta syuro’ mayoritas kakak-kakak MSDA sedangkan panitia 2008 hanya hadir beberapa (akhwat 2008 saya sendiri). Parahnya lagi, waktu itu saya ditanya tentang acara. Lalu dengan jujur saya jawab belum tahu apa-apa. Hm… sangatlah menyedihkan jika Anda menjadi orang yang paling tidak tahu apa-apa mengenai divisi Anda sendiri.

Dalam keberlangsungan acara, saya akui ada beberapa panitia yang tidak bisa terus-menerus hadir dalam kegiatan OASIS (ehm, kalimatnya seharusnya : ada beberapa orang yang terus-menerus tidak bisa hadir dalam kegiatan OASIS). Tapi mereka membantu di belakang layar, kok! Ada yang membuat TOR, ada yang bantu menjarkom, ada juga yang “meminjamkan” telinga untuk mendengar cerita keberlangsungan acara ^^

Saat itu, saya sendiri adalah mahasiswa ITB yang bekerja part time sebagai panitia OASIS. Padahal waktu KIT, saya adalah Bendahara yang nyambi sebagai mahasiswa ITB. Lho??? Adalah konsekuensi logis, ketika Antum punya dua amanah, bukan berarti membagi perhatian menjadi 50% untuk setiap amanah, tetapi jadilah 200% kamu yang menyempurnakan 100% dalam setiap amanah. Memang susaaaaaaah, Kawan! Kita masih harus banyak belajar.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (Q.S. 94:7)

Saya pikir, penting juga sih jika dalam suatu kepanitiaan ada tim yang mengontrol kondisi ukhuwah dan ruhiyah panitia, tidak hanya mengontrol kegiatannya. Kalimat bagus yang pernah saya dengar, ukhuwah akan terbentuk secara otomatis ketika kita sedang menuju ke arah yang sama (menuju ridho Allah) karena sejatinya ukhuwah itu adalah segitiga antara aku-kamu-dan Dia. Kita panitia, boleh dong mendapat bonus berupa suksesnya acara, sedangkan ukhuwah yang kuat dan semangat peningkatan ruhiyah adalah target wajibnya.

Kata teman-teman panitia saat evaluasi, acara biasa-biasa sahaja. Iya juga. Ada sih ada ide yang unik, tapi seringkali terbentur masalah SDM, dana, dan waktu yang mendesak. Seperti ungkapan, ide tercetus di kosan, diolah di angkot, dan pupus di kortim. Dalam konsep acara, pernah beberapa kali kita bermanuver mengubah konsep secara mendadak. Namun beruntung sekali, rencana kita sesuai dengan rencana Allah sehingga alhamdulillah acara berjalan juga.

Berikut ini rangkaian pembinaan yang dikemas satu paket dalam OASIS 2009 :
Pembukaan : Pengenalan Gamais
Pembinaan 1 : Interaksi dengan Al-Quran
Training : Komunikasi Efektif dan Enterpreneurship
Acara angkatan 2009
Rihlah ke Dago Pakar
Temu Tokoh Kampus : Menggapai Impian dalam Perspektif Islam
Ta’lim : Cara Hidup Sehat ala Rasulullah
Pelantikan Kader Muda 2009
Pelantikan susulan


Alhamdulillah rangkaian acara OASIS telah selesai, namun da’wah kita baru berakhir ketika kita sudah yakin akan menjejakkan kaki di surga. Tidak berarti ukhuwah kita cukup sampai di sini. Tidak akan pernah ada kata “mantan saudara”, kan?

Kata-kata mutiara dari DKT II, jalan perjuangan sudah biasa sepi, tidak pernah ramai oleh hiruk-pikuk banyak orang. Di tengah turbulensi suatu lingkungan, seleksi alam adalah keniscayaan: yang kuat dan mampu beradaptasi dengan cepat akan bertahan dan yang lemah, kurang pendirian, dengan sendirinya akan tertinggal. Acara OASIS ini secuplik akhir dari episode awal karir da’wah adik-adik kita di kampus. Mari jaga adik-adik kita, kader muda Gamais 2009. Jika nanti kita ditanya, “Mana kader-kadermu?” Kita dengan mantap menjawab, “Di sini, mereka dalam barisan kokoh da’wah ini”.

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (Q.S. Muhammad : 7)

Siapa tahu, siapa tahu, di padang ini lebih banyak unta merah yang bisa kita dapatkan.
Siapa tahu, siapa tahu, mereka yang akan menegakkan kalimat Allah di bumi Ganesha sehingga tidak ada kalimat lain selain-Nya

Jika hikmah yang didapat dari OASIS ditulis semuanya, rasanya dua-tiga buku tidak akan cukup. Sms tausyiah, jarkom, taujih, cerita… semua tentang OASIS adalah hikmah. Menyiapkan pembinaan untuk orang lain pada hakikatnya adalah melakukan pembinaan untuk diri kita. Adikku di rumah memang cuma satu, tapi di sini, di Gamais terutama OASIS ini saya dapat ratusan adik dan banyak kakak.

Ini ada sepotong hikmah yang dikutip dari “Things Fall Apart” Chinua Achebe, novel yang berkisah tentang ekspansi para misionaris Kristen ke pedalaman Afrika. Kalau ada yang tertarik membaca, silakan cari di toko buku terdekat atau pinjam punya saya. ^^

“…Seorang lelaki yang mengundang sanak saudaranya ke pesta tidak melakukannya untuk menyelamatkan mereka dari kelaparan. Mereka semua punya makanan di rumah masing-masing. Ketika kita berkumpul bersama di tengah tanah desa yang diterangi sinar bulan, itu bukan karena bulan. Setiap orang bisa melihat bulan di pekarangannya sendiri. Kita berkumpul bersama karena adalah baik bagi sanak keluarga untuk melakukannya. ..(skip). “

"..aku hanya punya sedikit waktu untuk hidup dan begitu juga Uchendu, Unachukwu, dan Emefo. Namun aku mengkhawatirkan kalian orang-orang muda karena kalian tidak mengerti betapa kuat ikatan kekeluargaan ini. Kalian tidak tahu apa artinya bicara dengan satu suara. ..(skip). Dia menoleh lagi ke arah Okonkwo dan berkata, “Terima kasih karena mengumpulkan kita semua.”

"Kita tidak berdoa untuk memiliki lebih banyak uang tetapi untuk memiliki lebih banyak saudara. Kita lebih baik dibanding binatang karena kita memiliki saudara. Binatang menggosokkan punggungnya yang gatal ke sebatang pohon, manusia meminta saudaranya untuk menggaruk."

Yang benar datangnya dari Allah, yang salah semata kekurangan saya.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh